Waktu | : | Thursday, 21 November 2024 |
---|
Pusat Studi Energi UGM Berikan Pemikiran
Untuk Tata Kelola Hilir Gas Nasional
Hotel Aryaduta Jakarta, 10-11 September 2015
Gas bumi telah menjadi sumber energi yang memegang peranan penting dalam mendorong ketahanan energi di Indonesia. Oleh karena itu, kebijakan terkait alokasi dan prioritas penggunaannya serta infrastruktur dan bentuk aggregator (badan usaha penyangga) menjadi isu penting dalam pengelolaan gas bumi di sektor hilir. Dalam konteks Indonesia, pengelolaan gas bumi sebagai cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan menguasai hajat hidup orang banyak tunduk pada Pasal 33 Undang-Undang Negara Republik Indonesia 1945. Dua hal yang harus dipegang teguh menurut Pasal 33 UU NRI adalah penguasaan negara terhadap gas dan pengelolaannya sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat.
Menilik kondisi Indonesia yang saat ini krisis energi, Pusat Studi Energi (PSE) UGM melakukan penelitian dan kajian terhadap ide kehadiran aggregator gas dari aspek teknis dan hukum yang dipercaya dapat menjadi panacea. Berdasarkan hasil penelitian, secara hukum kehadiran badan penyangga telah memenuhi alasan teoritis, konstitusional dan sosiologis untuk mewujudkan sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Pemaparan hasil kajian dilakukan oleh Dr. Deendarlianto, Dr. Adhika Widyaparaga, Irine Handika, LL.M. dan Mailinda Eka Yuniza, LL.M, para peneliti kluster gas bumi dari PSE UGM.
Dari hasil telaah kajian dan penelitian tim Pusat Studi Energi UGM, pada umumnya badan serupa di beberapa negara, terdapat alternatif bentuk badan penyangga: single aggregator supply demand, aggregator supply terpisah dari aggregator demand dan aggregator kewilayahan. Dari ketiganya terdapat kelebihan dan kekurangan, namun yang dipandang paling cocok untuk mengintegrasi pasar gas Indonesia, mengurangi disparitas harga dan mendorong pembangunan infrastruktur sebagaimana pesan Pasal 33 adalah format dimana aggregator supply nasional terpisah dari aggregator demand nasional.
Dikatakan oleh Dr. Deendarlianto, Kepala Pusat Studi Energi UGM dalam acara Diseminasi Hasil Kajian Tata Kelola Gas Bumi di Sektor Hilir yang diadakan UGM di Hotel Aryaduta Jakarta, Kamis (10/09), bahwa “Untuk mengintegrasi pasar gas Indonesia, mengurangi disparitas harga dan mendorong pembangunan infrastruktur sebagaimana pesan Pasal 33 adalah format di mana aggregator supply nasional terpisah dari aggregator demand nasional,” paparnya. Pada prinsipnya konsep aggregator gas, disampaikan Deendarlianto, bertujuan untuk menjamin ketersediaan energi bagi masyarakat dengan harga yang terjangkau, serta bisa menjamin keamanan pasokan.
“Karena kalau kita mengacu draft kebijakan energi nasional dalam PP Nomor 79 Tahun 2014 itu dinyatakan bahwa energi adalah modal dasar pembangunan, bukan merupakan sebuah bentuk penghasilan negara lagi,” tegasnya.
Hal ini juga ditegaskan oleh tim Kajian Gas Bumi dari Pusat Studi Energi UGM, Irine Handika, Adhika Widyaparaga, dan Mailinda Eka Yuniza bahwa “Peran aggregator supply terbatas hanya mengumpulkan gas, sementara aggregator demand untuk bagian penyaluran gasnya kepada pengguna, dan terakhir, untuk level lokal akan ada Local Distribution Company (LDC). Peran LDC bisa diambil alih oleh BUMD maupun BUMN, tergantung siapa yang mampu. Tidak perlu khawatir perannya akan hilang jika diberlakukan konsep aggregator gas” jelasnya.
Deendarlianto juga mendorong perang swasta untuk ikut membangun infrastruktur gas. Peran swasta selama ini dalam industri gas sebenarnya tidak terlalu banyak bermain. “Levelnya hanya trader-trader saja kan,” tuturnya. “Kita tidak ingin itu terjadi. Kalau pun (swasta) bermain di LDC, coba kembangkan infrastrukturnya juga. Artinya berbisnis tidak hanya modal kertas tapi bermodal teknologi dan infrastruktur,” sambungnya.
Dalam rangkaian acara Diseminasi Hasil Kajian, Pusat Studi Energi Universitas Gadjah Mada telah mengadakan kajian akademis dalam lingkup nasional pada Kamis, 10 September 2015 yang dihadiri secara meriah oleh stakeholder migas Indonesia. Sebagai wujud kelanjutan diskusi secara mendalam serta sosialisasi yang lebih efektif kepada para perumus kebijakan, pemangku kepentingan, badan usaha, dan komunitas migas secara lebih intensif. Pusat Studi Energi UGM juga mengembangkan alat pembantu pengambilan keputusan (decision support tool) yang dapat digunakan oleh perencana energi untuk mengevaluasi alokasi gas optimal di satu waktu evaluasi dan satu kriteria tujuan sebagai basis.
Dalam acara ini, Wakil Rektor Bidang Kerjasama dan Alumni UGM, Dr. Paripurna P. Sugarda berkenan membuka acara ini. Sebagai Keynote Speakers adalah Harry Purnomo – Anggota Komisi VII DPR RI dan Dr. Tumiran- Anggota Dewan Energi Nasional. Selain itu, hadir sebagai Narasumber adalah Susyanto, M.Hum.- Sekretaris Dirjen Migas, Dr. Muhammad Saptamurti – Deputi Perundang-Undangan Kementerian Sesneg, dan Sunandar – Kasubdit Migas Kementerian PPN/BAPPENAS. Dimoderatori oleh Rachmawan Budiarto, M.T. dan Akmal Irfan Majid, M.Eng. para peneliti dari Pusat Studi Energi UGM.
Pembahasan lebih intensif mengenai konsep tata kelola hilir gas bumi dilakukan pada hari kedua, Jumat, 11 September 2015 dalam forum Focus Group Discussion (FGD) dengan tema “Legal and Technical Factor dalam Pengelolaan Gas Bumi di Sektor Hilir”. Topik utama yang dibahas dalam acara ini yaitu panel diskusi Aggregator dan panel diskusi Infrastruktur serta Alokasi dan Pemanfaatan Gas Bumi. Diskusi ini juga bermaksud untuk mensosialisasikan lebih dalam konsep dan usulan dari Pusat Studi Energi UGM mengenai pengelolaan gas bumi di sektor hilir dari sisi teknis dan hukum. Yang juga anggapan stakeholder terhadap hasil kajian yang telah dilakukan oleh tim Pusat Studi Energi UGM.
Dalam sesi aggregator dan infrastruktur, dibahas mengenai komparasi aggregator dan peluang sinkronisasi dengan hukum Indonesia, skenario teknis peluang mewujudkan security of supply melalui pembentukan aggregator, pertimbangan teknis dan skenario akselerasi infrastruktur gas bumi, serta legal review pelaksanaan kegiatan usaha pengangkutan gas bumi melalui pipa. Dalam sesi tersebut juga dijaring pandangan dan pendapat para pihak terkait keberadaan aggregator serta konsep yang diusung dalam pengelolaan gas bumi di Indonesia. Hadir di sesi ini, diantaranya yaitu perwakilan dari Pertamina, PGN, SKK Migas, Indonesian Petroleum Association (IPA), Indonesian Natural Gas Trader Association (INGTA), Elnusa, KPPU, dan Prof. Hikmahanto Juwana (Guru Besar Universitas Indonesia), Ahmad Yuniarto serta Harry Karyuliarto, para praktisi senior Migas Indonesia
Dalam sesi alokasi pemanfaatan, dibahas mengenai prioritas alokasi gas bumi yang didasarkan sinkronisasi dengan subtansi peraturan perundang-undangan terkait. Alokasi gas bumi sangat diperlukan pada kondisi dimana jumlah permintaan (demand) tidak diikuti dengan pasokan (supply) yang cukup. Oleh karena itu, diperlukan desain urutan prioritas alokasi gas bumi, agar gap tidak semakin besar. Aspek yang penting adalah pertimbangan kebutuhan industri yang menjadi rasionalisasi penetapan kebijakan alokasi dan pemanfaatan gas bumi agar gas bumi dapat menjadi modal pembangunan nasional yang berkelanjutan. Sesi ini dihadiri oleh Aryo Djojohadikusumo (anggota komisi VII DPR RI), Dr. Hanan Nugroho (BAPPENAS), Dr. Djoni Hartono (Universitas Indonesia), dan perwakilan dari Pertamina, PGN, PLN, PT Badak NGL, pewakilan trader dan BUMD Migas, serta para stakeholder migas nasional.
Dalam laporannya, Koordinator Diseminasi Kajian, Akmal Irfan Majid, M.Eng. mengatakan “Selama dua hari, kegiatan Diseminasi Hasil Kajian dari PSE UGM mendapat respon menarik dari para hadirin serta stakeholder migas nasional. Kami berterima kasih atas respon yang sangat antusias. Harapannya framework pemikiran dan hasil kajian ini dapat berkontribusi dalam tata kelola hilir gas nasional.”