Waktu | : | Thursday, 12 December 2024 |
---|
Kondisi ketahanan energi Indonesia saat ini sudah memprihatinkan, ketergantungan terhadap minyak dalam pemenuhan energi domestik sudah mencapai titik akut dengan produksi minyak domestik yang terus turun dan kemampuan keuangan Negara yang sudah tidak mampu mengimbangi pemenuhan kebutuhan akan minyak tersebut. Defisit APBN setiap tahun semakin meningkat. Perencanaan pembangunan cadangan strategis nasional dan upaya penegakan kedaulatan energi nasional menjadi wacana yang sulit direalisasikan. Untuk mengatasi permasalahan energi tersebut diperlukan suatu visi dan kebijakan energi yang tepat sesuai dengan karakteristik energi, pasar dan tantangan spesifik Indonesia. Indonesia dengan sebaran ribuan pulau dan kebhinekaan potensi energi disetiap daerah menjadi bentuk afirmasi bahwa Indonesia bukan Negara yang dapat bergantung hanya pada satu jenis energi saja. Kasus pada ketergantungan akan minyak menjadi bukti empiris yang sudah cukup dan menjadi tanda diperlukan pendekatan yang berbeda dalam pengelolaan penyediaan energi Indonesia.
Pendekatan lain yang ditempuh adalah pengelolaan penyediaan energi Indonesia melalui bentuk energi bauran. Pengelolaan portofolio potensi energi nasional secara dominan yang secara sinergis akan menopang pencapaian ketahanan energi nasional. Bentuk dari pengambilan langkah ini adalah melalui penyusunan Kebijakan Energi Nasional (KEN) yang substansinya sudah disetujui oleh DPR dan dalam waktu dekat ini akan ditetapkan melalui Peraturan Pemerintah. Semangat dari KEN adalah pengelolaan bauran energi dengan pembukaan (unlocking) potensi energi yang dimiliki Indonesia. Postur bauran energi ideal yang diharapkan adalah pada tahun 2030 ketahanan energi nasional Indonesia ditopang oleh jenis energi Minyak, Gas Bumi, Batubara dan Energi Baru Terbarukan (EBT). Optimisme dan semangat pembangunan peran dari EBT direfleksikan dengan besar porsinya sebesar 20% dari seluruh total energi di tahun 2030. Terdapat peluang karena Indonesia memiliki potensi EBT yang besar dan menjadi tantangan karena eksploitasi potensi tersebut memiliki beberapa tantangan secara teknik dan komersial yang harus dijawab.
Dari postur energi bauran tersebut, peran dari gas bumi termasuk yang dominan. Hal ini menjadi hal yang sangat realistis dengan memperhatikan bahwa dengan cadangan terbukti gas bumi Indonesia yang mencapai 104 TCF, produksinya terus meningkat dan jauh meningkat dibandingkan dengan profil produksi minyak domestik. Saat konsumsi BBM mencapai 1,4 Juta barel per hari dan produksi minyak hanya disekitar 800 ribu barel perhari, gas diproduksi lebih dari 1,6 juta barel setara minyak per hari. Optimasi pemanfaatan gas bumi untuk menyokong pemenuhan energi domestik adalah hal yang sangat rasional. Namun bila dilihat realisasi pemanfaatan gas bumi produksi domestik, porsi ekspor masih begitu besar. Bahkan jauh lebih besar dari porsi pemanfaatan gas bumi domestik. Tingkat pemanfaatan gas bumi domestik begitu lambat. Keterbatasan infrastruktur menjadi salah satu alasan utama terhambatnya pemanfaatan gas bumi domestik. Saat ini infrastruktur gas berupa pipa hanya tersedia 20% dari seluruh yang direncanakan dan pertumbuhannya mengalami stagnansi sejak tahun 2007. Kondisi industri hilir menunjukan kondisi yang tidak kondusif dengan adanya kegiatan komersial yang tidak efektif. Permasalahan seperti penjualan bertingkat tanpa adanya nilai tambah oleh badan usaha niaga tanpa fasilitas atau trader terjadi dan menyebabkan kegagalan industri atau konsumen mendapatkan harga yang kompetitif. Atau mencuatnya polemic mengenai penerapan skema open access, unbundling atau skema liberalisasi menciptakan kondisi industri yang tidak berkembang. Investasi dalam pengembangan infrastruktur begitu minim dan kebanyakan karena tidak adanya skema penjaminan investasi yang memadai.
Berbagai indikasi tersebut memperlihatkan bahwa Indonesia yang selama ini begitu fasih dalam mengeksploitasi minyak bumi masih gamang dalam pengelolaan gas bumi untuk domestik. Kedua komoditas tersebut yaitu minyak dan gas bumi, memiliki karakteristik yang berbeda dan pengelolaan gas dengan analogi pengelolaan minyak tidak selalu tepat. Dengan kondisi ketidakjelasan efektifitas tata kelola gas bumi tersebut, maka pencapaian tujuan kontribusi gas bumi dalam target energi bauran menjadi dipertanyakan. Diperlukan suatu percepatan pemanfaatan gas bumi domestik dengan tetap menjaga competitiveness dari gas bumi. Bentuk percepatan tersebut berarti adanya percepatan pengembangan infrastruktur, pembangunan dan perluasan pasar gas bumi dan dimilikinya skema komersial yang efektif dan efisien sehingga gas dapat mendukung pembangunan keunggulan daya saing nasional. Pertanyaan utamanya adalah apakah tata kelola gas yang ada sekarang mampu menjawab kebutuhan tersebut dan bagaimana bentuk tata kelola gas bumi Indonesia yang tepat untuk mencapai postur bauran energi ideal dalam upaya pencapaian ketahanan energi nasional?
Untuk menjawab permasalahan tersebut maka PSE UGM melakukan Focus Group Discussion yang melibatkan stakeholder pengelolaan gas bumi yang kompeten untuk dapat mengidentifikasi permasalahan dan memformulasikan kerangka tata kelola gas bumi yang ideal untuk Indonesia tersebut. FGD dlaksanakan pada tanggal 18 September 2014 bertempat di Kampus Universitas Gadjah Mada Jakarta JL. Dr. Saharjo, No. 83, DKI Jakarta 12860, Indonesia. nara sumber dalam FGD tersebut antara lain :
Paparan: “Dukungan Kebijakan untuk Memenuhi Kebutuhan Gas Nasional”
Oleh: Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi |
Paparan: “Tata Kelola Industri Hulu Gas Nasional“
Oleh: Kepala SKK Migas |
Paparan: “Tata kelola Industri Hilir Gas Nasional”
Oleh: Kepala BPH Migas |
Paparan: “Integrasi Suplai – Infrastruktur – Pasar – Harga Gas dalam Memperkuat Perekonomian Nasional”
Oleh: Montty Girianna, Kemenko Perekonomian |
Paparan: “Optimalisasi Tata Kelola Bisnis Gas Untuk Sebesar-besar Manfaat Bagi Bangsa”
Oleh: DR. Darmawan prasojo, Pengamat Energi |
Dari rangkaian acara FGD tersebut dihasilkan rekomendasi terkait pelaksanaan tata kelola Gas Bumi di indonesia.