Penyelenggara | : | PUSAT STUDI ENERGI UGM |
---|---|---|
Lokasi | : | PUSAT STUDI ENERGI UGM |
Kontak | : | AHMAD RAHMA WARDHANA |
Website | : | ugm.id/daftarMDEI |
Waktu | : | Thursday, 18 August 2022 |
Sebagai negara net importir minyak, ketergantungan Indonesia terhadap minyak impor sangat terasa, lebih-lebih di masa ketegangan Rusia dengan Ukraina dan NATO serta Tiongkok dengan Taiwan dan Amerika Serikat. Salah satu indikatornya adalah subsidi terhadap harga jual bahan bakar minyak yang telah mencapai Rp502 triliun demi memastikan keterjangkauannya pada semua pihak. Terhadap angka fantastis ini media menafsirkan pernyataan Pemerintah sebagai dilema karena nilai tersebut merupakan pembengkakan yang akan memberikan dampak negatif terhadap pengelolaan keuangan negara.
Di sisi lain, upaya Indonesia mengurangi ketergantungan pada bahan bakar fosil yang tercermin di Peraturan Pemerintah No. 79 tahun 2014 tentang Kebijakan Energi Nasional yang dijabarkan dalam Peraturan Presiden No. 22 tahun 2017 tentang Rencana Umum Energi Nasional, sebagaimana dikaji oleh Pusat Studi Energi Universitas Gadjah Mada, ternyata mengandung pasal yang ambigu karena menimbulkan grey area pengaturan dan memberi justifikasi legal bilamana target energi terbarukan tidak tercapai. Lebih dari itu, bukannya merombak Undang-Undang No. 30 tahun 2007 tentang Energi, PP No. 79/2014, dan Perpres No. 22/2017, Pemerintah justru mendeklarasikan target net zero emission pada 2060 di forum Climate Change Conference of the Parties ke-26 (COP-26) pada akhir 2021 dan menjadikannya sebagai salah satu jargon utama dalam menjabat Presiden G20 pada 2022. Konsekuensi dari target ini adalah perubahan mendasar dan menyeluruh dari sistem energi nasional, seperti misalnya: mulai 2031 tidak akan menambah pembangkit listrik energi fosil dan akan menutup 48 GW pembangkit batubara hingga 2060, sementara posisi pembangkit batubara sendiri per-2020 berkapasitas 62 GW. Apakah target ambisius yang membutuhkan biaya sangat besar ini mungkin untuk dicapai?
Selain itu, terdapat berbagai persoalan teknis lain di bidang energi yang membutuhkan komitmen serius di bidang politik, seperti misalnya percepatan peran inklusif masyarakat dalam perannya meningkatkan energi terbarukan di bauran energi, solusi inklusif-komprehensif tantangan konsumsi LPG, serta pengembangan tatanan makro dan mikro dalam merespon desentralisasi, demokratisasi, dan disrupsi sistem energi.
Berangkat dari berbagai kondisi makro dan mikro tersebut, timbul pertanyaan yang lebih mendasar tentang fondasi kebijakan energi nasional kita: apakah kita memiliki konsep energi yang khas Indonesia, yang mencerminkan kepribadian bangsa, yang menggambarkan adaptasi pada kondisi landscape dan lifescape Indonesia, namun tak lepas dari tanggung jawab pada kemaslahatan lingkungan global dan masa depan generasi penerus negeri?
Kegiatan “Menggagas Demokrasi Energi ala Indonesia” akan mencoba mencari jawaban atas pertanyaan-pertanyaan tersebut, yang akan diselenggarakan secara daring pada:
hari, tanggal : Kamis, 18 Agustus 2022,
waktu : pukul 13:00 – 15:30 WIB,
lokasi : live dari Kantor Pusat Studi Energi Universitas Gadjah Mada