Kerja sama Pusat Studi Energi (PSE) UGM dengan Departemen Luar Negeri RI Bidang Ketahanan Energi (Energy Security) menjadi salah satu isu penting di Asia Pasifik. Isu tersebut sangat dinamis ditandai dengan tingginya tingkat pertumbuhan ekonomi di kawasan ini. Dengan tingginya pertumbuhan itu, Asia Pasifik tampaknya sangat bergantung pada pasokan energi, terutama minyak dan gas. Ketergantungan diduga akan terus berlanjut seiring dengan pertumbuhan ekonomi di kawasan tersebut.
Negara-negara Asia Pasifik diperkirakan akan menyerap lebih dari separuh pasokan energi dunia pada dasawarsa kedua abad ini. Pasokan energi dari luar ini menyebabkan kerentanan terhadap gangguan stabilitas pengiriman dan fluktuasi harga. “Inilah yang menjadi latar belakang penandatanganan kontrak kerja sama antara Pusat Studi Energi UGM dengan Departemen Luar Negeri RI pada tanggal 17 Juni 2010 yang lalu,” ujar Kepala Pusat Studi Energi UGM Prof. Drs. Jumina, Ph.D., di UGM, Jumat (25/6).
Konteks ekonomi global saat ini, menurut Jumina, cenderung sangat menguntungkan ketahanan energi negara-negara Asia Pasifik. Setidaknya, ada dua faktor yang mendorong perkembangan positif tersebut. Di samping permintaan dan pasokan energi yang semakin dikendalikan oleh pasar, juga karena semakin terintegrasinya ekonomi dunia dan meningkatnya saling ketergantungan antarnegara dan antarsektor ekonomi, serta semakin kecilnya peluang untuk menjadikan energi sebagai instrumen politik maupun ekonomi.
Oleh karena itu, menjadi sangat penting dilakukan penelitian mengenai ketahanan energi di Asia Pasifik dan implikasinya bagi Indonesia. Sebagai realisasi dari kerja sama tersebut, penelitian dilakukan dengan dilandasi dua konsep penting yang memberikan kerangka untuk memahami keamanan energi di Asia Pasifik, yakni konsep ‘region’ dan ‘regionalisme’ serta konsep ‘interdependensi’.
Konsep ‘region’ dan ‘regionalisme’ membantu memahami ketahanan energi dalam kerangka regional, yang memiliki kecenderungan menuju arah regionalisasi dalam hubungan antara penghasil dan konsumen minyak. “Sementara konsep ‘interdependensi’ membantu kita memahami bagaimana sebuah ekonomi maupun sektor ekonomi saling terkait satu sama lain,” terang Jumina.
Penelitian dilakukan dengan metode studi pustaka secara penuh berdasar pada publikasi dan kajian-kajian yang telah dilakukan. Selain itu, digunakan pula dokumen-dokumen yang menggambarkan kebijakan energi di negara-negara di Asia Pasifik, juga data-data primer dan sekunder, baik yang dikeluarkan oleh negara-negara yang bersangkutan ataupun lembaga-lembaga internasional. Kegiatan penelitian yang dipimpin oleh Dr. Muhadi Sugiono, M.A. dengan anggota Drs. Sudiatono, M.S. dan Rachmawan Budiarto, S.T., M.T. ini direncanakan selesai pada November 2010.
Secara komprehensif, penelitian akan menghubungkan beberapa tingkatan analisis yang berbeda, yakni global, regional, dan nasional. Tingkat analisis global sangat diperlukan untuk memahami konteks ekonomi politik yang sangat berpengaruh bagi ketahanan energi Asia Pasifik. “Dengan analisa tingkat regional, diharapkan membantu memahami munculnya struktur, mekanisme maupun karakter ketahanan energi regional sebagai produk dari interaksi kolektif di tingkat regional, baik yang didesain secara khusus ataupun tidak. Akhirnya, tingkat analisa nasional akan digunakan untuk melihat ancaman-ancaman bagi upaya regional dalam mempertahankan keamanan energi kawasan,” jelas Jumina.
Selain untuk memperoleh gambaran komprehensif mengenai kondisi dan karakter ketahanan energi di Asia Pasifik, baik secara kolektif (regional) maupun individual di masing-masing negara, penelitian ini bertujuan pula untuk memetakan pola kebutuhan dan pasokan energi di Asia Pasifik. Di samping itu, penelitian juga dimaksudkan untuk menganalisis mekanisme dan upaya negara-negara di Asia Pasifik secara kolektif untuk menjamin ketahanan energi regional. “Tujuan lainnya agar mampu menganalisis kecenderungan-kecenderungan yang mengancam ketahanan keamanan energi di Asia Pasifik saat ini dan implikasi dari kondisi dan karakter maupun ancaman terhadap ketahanan energi,” tuturnya. (Sumber : Humas UGM)