• UGM
  • IT Center
  • Library
  • Research
  • Webmail
Universitas Gadjah Mada Pusat Studi Energi
Universitas Gadjah Mada
  • Home
  • Tentang PSE
    • Pengantar
    • Visi dan Misi
    • Kegiatan
    • Kerjasama
    • Personalia
  • Program Kerja
  • Jasa
    • Jasa Survei Geofisika untuk Eksplorasi Air Tanah
    • Jasa Survei Geofisika untuk Geoteknik
    • Jasa Audit Energi
  • PENELITIAN
  • Pelatihan
  • Kontak
  • Beranda
  • News
  • page. 5
Arsip:

News

Pusat Studi Energi UGM Kunjungi Direktorat Jenderal EBTKE ESDM

NewsRenewable Energy Thursday, 28 March 2024

Pada tanggal 27 Maret 2024, PSE UGM mengunjungi Direktorat Jenderal EBTKE ESDM. Prof Sarjiya menyampaikan selamat kepada Prof Eniya atas jabatan baru terkait dengan Dirjen EBTKE serta menyampaikan juga bahwa PSE UGM melakukan beberapa kerjasama dengan Direktorat EBTKE ESDM terkait kajian hydrogen yang menjadi topik menarik di PSE UGM.

Pak Arfie menyampaikan beberapa kajian terkait dengan hydrogen, dari mulai potensi aplikasi pemanfaatan hydrogen, kemudian skema supply chain mana yang paling tepat. Mengingat harga distribusi hydrogen masih menjadi perhatian sehingga memunculkan skema transmisi listrik hijau menjadi sumber supply energy hydrogen.

Prof Sarjiya juga menyampaikan permohonan terhadap Prof Eniya untuk dapat berkenan dalam membuka agenda Summer School Hydrogen Valley dan memberikan materi pengantar yang akan dilaksanakan pada tanggal 19 Agustus 2024.

Prof Deen menyampaikan bahwa PSE UGM telah melakukan kajian terkait pemanfaatan biomassa dalam teknologi co-firing sejak tahun 2018. Kajian tersebut mempertimbangkan dari sisi supply chains, sosial, legal dan ekonomi. Dari sisi supply, potensi kebutuhan biomassa dapat terpenuhi. Pak Arfie juga mengatakan bahwa terkait mekanisme carbon trading harus mempertimbangkan skema yang akan digunakan apakah carbon trading atau carbon tax serta nilai carbon harus memiliki nilai yang berdampak.

PSE Selenggarakan Diseminasi Kajian Implementasi Pengembangan Hidrogen Bersih Di Indonesia : Fokus Hidrogen Hijau

News Saturday, 2 March 2024

Pada tanggal 01 Maret 2024 yang lalu, Pusat Studi Energi UGM melakukan diseminasi hasil penelitian dengan judul Kajian Tematik Pengembangan Hidrogen Bersih di Indonesia. Penelitian tersebut merupakan hasil kerjasama antara PSE UGM, GIZ Indonesia, dan Kementerian PPN/Bappenas. Acara diseminasi dihadiri oleh Kementerian Bappenas, Direktorat Aneka EBTKE, BRIN, BUMN, dan stakeholder terkait lainnya.

Pengembangan hidrogen dilakukan sebagai salah satu upaya untuk mengurangi emis gas rumah kaca utamanya bagi sektor-sektor yang belum terelektrifikasi. Pada acara tersebut, PSE UGM menyampaikan hasil kajian yang telah dilakukan mencakup potensi pemanfaatan hidrogen hijau, value chain pengembangan hidrogen hijau, sektor-sektor prioritas pengembangan hidrogen hijau, dan kebutuhan regulasi untuk industri hidrogen hijau Indonesia.

Pada kajian yang dilakukan oleh PSE UGM, terdapat beberapa potensi pemanfaatan hidrogen hijau yang ditekankan yaitu feedstock untuk produksi ammonia, produksi methanol (bahan baku untuk plastic, resin, dan bahan bakar), bahan bakar atau energi untuk kendaraan (fuel cell), penyimpanan energi untuk kelistrikan, dan reduksi logam murni seperti produksi besi. Potensi pemanfaatan hidrogen hijau lain mencakup hidrogenasi, hydrocracking, dan desulfurisasi.

Prioritisasi penngembangan hidrogen perlu dilakukan dikarenakan adanya keterbatasan sumber daya. PSE UGM melakukan prioritisasi terhadap beberapa sektor dengan potensi pemanfaatan hidrogen yaitu ammonia, transportasi (light vehicle), transportasi kereta, dan transportasi laut. Analisis prioritisasi dilakukan dengan menghitung cost effectiveness yaitu sektor dengan penurunan emisi paling tinggi untuk setiap EUR1 investasi yang dilakukan. Berdasarakan hasil perhitungan PSE UGM, sektor dengan nilai cost effectiveness paling baik adalah transportasi kereta dan ammonia. Setelah mengetahui sektor prioritisasi pengembangan hidrogen maka perlu dilakukan identifikasi faktor-faktor pendukung dalam pengembangan hidrogen hijau.

Pertama, faktor penting dalam pengembangan hidrogen hijau adalah value chain. Value chain pengembangan hidrogen yang ada saat ini terhambat oleh besarnya biaya distribusi hidrogen melalui pipa ataupun truk. PSE UGM memberikan alternatif value chain hidrogen hijau untuk menekan biaya distribusi. Alternatif 1 adalah penggunaan green certificate yang menjamin listrik untuk produksi hidrogen bersumber dari energi terbarukan (EBT). Pabrik H2 dibangun di fasilitas pengguna dan diproduksi menggunakan listrik yang dihasilkan oleh energi terbarukan (divalidasi dengan sertifikat hijau) yang didistribusikan menggunakan transmisi yang sudah ada. Alternatif 2 adalah Pabrik H2 dibangun di fasilitas pengguna dan diproduksi menggunakan listrik yang dihasilkan oleh energi terbarukan yang didistribusikan menggunakan transmisi khusus (harus dikembangkan jika belum ada). Alternatif 3 adalah Pabrik H2 dibangun di fasilitas pengguna dan diproduksi menggunakan listrik yang dihasilkan oleh energi terbarukan yang didistribusikan menggunakan transmisi khusus (harus dikembangkan jika belum ada). Sertifikat hijau tidak diperlukan untuk alternatif ini.

Kedua, kerangka regulasi yang tepat dan menyeluruh juga diperlukan untuk mendukung pengembangan hidrogen hijau. Beberapa poin penting dalam penyusunan kerangka regulasi adalah regulasi induk yang mengatur hidrogen, regulasi yang mengatur sertifikasi hidrogen, dan skema kelembagaan pengembangan hidrogen hijau. Pengembangan regulasi induk diharapkan dapat mengatur tentang ketentuan umum, tujuan dan sasaran, kategorisasi hidrogen, rantai pasok, tata Kelola, dan mekanisme monitoring.

Setelah melakukan pemaparan terkait hasil kajian di atas, acara diseminasi ditutup dengan masukan dari beberapa peserta diseminasi. Saran dan masukan tersebut terkait dengan keterlibatan lembaga penelitian dan universitas dalam pengembangan ekosistem hidrogen hijau.

PSE Diseminasikan kajian Kebijakan oleh Pemerintah dalam Rangka Peningkatan Pengembangan Masyarakat dan Pertumbuhan Ekonomi di Daerah berbasis Transisi Energi Berkeadilan

News Friday, 1 March 2024

Yogyakarta | Pusat Studi Energi (PSE) UGM bekerja sama dengan Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) yang didukung oleh Ford Foundation dalam melaksanakan kegiatan Diseminasi untuk Kebijakan oleh Pemerintah dalam Rangka Peningkatan Pengembangan Masyarakat dan Pertumbuhan Ekonomi di Daerah berbasis Transisi Energi Berkeadilan. Kegiatan FGD ini dihelat di Artotel Suites Bianti, Yogyakarta yang dilaksanakan selama 1 (satu) hari penuh pada tanggal 29 Februari 2024. Peserta dari kegiatan Diseminasi ini, diantaranya OPD Provinsi Jawa Barat, OPD Provinsi DIY, OPD Kabupaten Sukabumi dan Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi.

Pada sesi awal, beliau, Bapak Prof. Sarjiya sebagai kepala Pusat Studi Energi (PSE) UGM memberikan sambutan terkait pentingnya proses transisi energi di Indonesia dengan juga melibatkan peran serta dari masyarakat sekitar dengan prinsip “No One Left Behind”.

Selanjutnya, acara dibuka oleh Ibu Sri Retnowati, selaku perwakilan dari  Direktorat  SUPD  I  Ditjen  Bina  Pembangunan Daerah. Dalam sambutannya, beliau juga menyampaikan sektor energi merupakan kontributor terbesar dalam emisi CO2 sehingga dibutuhkan langkah strategis yang meliputi pengembangan energi terbarukan, pelaksanaan efisiensi energi, dan konservasi energi.

Acara yang dimulai pukul 10:00 pagi berjalan sangat baik, tentunya dengan konsep diskusi yang santai namun tetap serius. Di dalam kegiatan tersebut, tim peneliti PSE UGM yang diwakili oleh Ibu Stephanie dan Bapak Kenley, kemudian memaparkan bahwa transisi energi berkeadilan perlu melibatkan peran dari berbagai pemangku kepentingan. Terdapat 5 rekomendasi yang disampaikan diantaranya: a). Sekretariat JETP dapat meningkatkan inklusivitas pemangku kepentingan; b). Perlu meningkatkan keterlibatan pemangku kepentingan domestik; c). Pemerintah perlu melakukan amandemen UU No 23 Tahun 2014 agar dana APBD dapat efektif untuk transisi energi; d). Menjaga keseimbangan pasar supply-demand tenaga listrik di tengah masa transisi dan; e). Menjaga kesehatan fiskal nasional di tengah transisi energi

Di dalam kesempatan selanjutnya, perwakilan dari beberapa OPD dari dua provinsi telah menyampaikan urung rembug agar pelaksanaan transisi energi ini disamping melakukan peningkatan bauran EBT dan juga melibatkan peran serta dari masyarakat.

Pusat Studi Energi UGM Jajaki Kerjasama Riset di Belanda dan Jerman

News Saturday, 24 February 2024

Pada tanggal 19-23 Februari 2024, Prof. Sarjiya, Prof. Deendarlianto dan rekan-rekan dari Pusat Studi Energi UGM mengunjungi Belanda dan Jerman untuk berkolaborasi riset multidisiplin terkait pengembangan infrastruktur berbasis hydrogen.

Pusat Studi Energi UGM mengunjungi beberapa universitas: TU/e, University of Groningen, TU Delft, dan RWTH Aachen. Selain itu, PSE UGM juga mengunjungi beberapa perusahaan seperti Gasunie dan Resato Hydrogen Technology. Dalam kunjungan tersebut, PSE UGM mendapat pengenalan tentang EIRES, bertemu dengan Thijs de Groot dan melihat pengaturan hydrogen, mendiskusikan aliran multifase dan penelitian bahan bakar logam dengan Niels Deen dan Philip de Goey serta bertemu dengan Lin-lin Chen, Direktur Hubungan Ilmiah Internasional di TU/e.

Selama kunjungan tersebut telah dibuat beberapa kesepakatan untuk kolaborasi antara PSE UGM dengan University of Groningen untuk memulai rencana pembuatan hydrogen valkey di Yogyakarta dan menyelenggarakan summer course di bidang teknologi hydrogen yang akan diadakan di UGM pada tanggal 19-23 Agustus 2024.

PSE dan Bupati Gunungkidul Diskusi Terkait Energi dan Carbon Trading

News Wednesday, 7 February 2024

Prof. Ir. Sarjiya, S.T., M.T., Ph.D., IPU. menerima kunjungan Bupati Gunungkidul di Pusat Studi Energi UGM pada tanggal 6 February 2024.

Kunjungan Bupati bersama rombongan pimpinan daerah Gunungkidul ke Pusat Studi Energi UGM melakukan diskusi terkait tantangan yang dihadapi di daerah serta menjalin kerja sama dalam bidang energi dan carbon trading. Diskusi tersebut dilakukan agar mengetahui secara pasti persoalan yang dihadapi daerah sehingga upaya langkah-langkah yang akan diambil serta dukungan yang diberikan lebih tepat sasaran.

Kerjasama ini diharapkan dapat mewujudkan visi bersama untuk masa depan energi yang lebih baik.

Mengkritisi Just Transition Framework Indonesia: Menjamin Keadilan Dalam Transisi Energi

Hukum dan KebijakanHukum EnergiNews Tuesday, 6 February 2024

Oleh : Dr. Irine Handika, S.H., LL.M., Dr. Mailinda Eka Yuniza, S.H., LL.M., Stephanie Kristina Susanto, S.H., Kenley Wijaya. (Peneliti Pusat Studi Energi, Universitas Gadjah Mada)

 

Pendahuluan

Dalam upaya menanggulangi perubahan iklim, Indonesia telah meneguhkan komitmennya untuk melakukan transisi energi. Untuk mendukung langkah ini, melalui pertemuan G20, Indonesia berhasil mendapatkan komitmen dana sebesar 20 Miliar Dolar AS dari berbagai negara yang tergabung dalam Just Energy Transition Partnerships (JETP).

Salah satu hal yang membedakan JETP dibandingkan transisi energi pada umumnya adalah penekanannya pada konsep “just” atau keadilan. Just Energy Transition (JET) tidak hanya berfokus pada kecepatan transisi energi, tetapi juga pada bagaimana transisi tersebut dapat terwujud secara adil bagi semua pihak.

Dalam mewujudkan konsep JET, Sekretariat JETP telah membentuk Comprehensive Investment and Policy Plan (CIPP). Salah satu muatan penting dari dokumen CIPP ini adalah Framework/kerangka JET Indonesia, yang akan menjadi panduan utama dalam mengimplementasikan JETP.

Kerangka Just Energy Transition Indonesia dan Kelemahannya

Kerangka JET dalam CIPP memuat tiga lapisan:

  1. pondasi dasar, yang terdiri dari 3 hal yaitu Hak Asasi Manusia, Kesetaraan & Pemberdayaan Gender, serta Akuntabilitas
  2. Pilar, yang terdiri dari 2 hal yaitu Tidak Ada yang Ditinggalkan/Left No One Behind serta Keberlanjutan dan Ketahanan.
  3. Standar transisi berkeadilan yang meliputi 9 standar yakni:
  4. warisan budaya;
  5. pemindahan dan pemukiman kembali;
  6. masyarakat setempat dan adat;
  7. Tenaga Kerja dan kondisi kerja;
  8. keanekaragaman hayati dan pengelolaan sumber daya alam berkelanjutan;
  9. perubahan iklim dan risiko bencana;
  10. kesehatan keamanan dan keselamatan masyarakat;
  11. pencegahan polusi dan efisiensi sumber daya;
  12. diversifikasi dan transformasi ekonomi.

Mengingat peran penting kerangka JET yang dimuat dalam CIPP tersebut, penting dilakukan evaluasi kembali terhadap kerangka yang telah dibuat untuk memastikan kerangka tersebut dapat menjadi pedoman yang efektif bagi pelaksanaan JETP di Indonesia. Masih terdapat beberapa kelemahan dalam formulasi kerangka JET yang tercantum dalam CIPP saat ini.

Pertama, hubungan antar lapisan kerangka tidak jelas dan membingungkan. Tidak ada gambaran jelas mengenai bagaimana satu lapisan berinteraksi dan mempengaruhi lapisan lainnya. Bahkan tidak ada kejelasan mengenai dibutuhkan pemisahan menjadi ketiga lapisan tersebut. Untuk mengilustrasikan ketidakjelasan ini, bayangkan jika kita memindahkan Pondasi dasar kesetaraan gender dan pemberdayaan menjadi salah satu dari sembilan standar. Pemindahan tersebut tidak akan menimbulkan perbedaan signifikan dalam implementasi prinsip kesetaraan gender tersebut dalam konteks transisi yang adil. Jika tidak ada perbedaannya, lalu apa fungsi dari pemisahan lapisan tersebut? Ketidakjelasan ini dapat menimbulkan komplikasi selama implementasi transisi yang adil, menyebabkan kebingungan tentang prinsip-prinsip mana yang seharusnya diprioritaskan.

Bandingkan kerangka JET Indonesia tersebut dengan kerangka Just Transition yang dirumuskan oleh International Labour Organization (ILO). Kerangka JET dari ILO terdiri dari tujuh prinsip yang mudah dipahami dan diterapkan yakni:

  1. Konsensus sosial yang kuat (pengambilan keputusan bersama) terhadap tujuan dan proses menuju transisi yang adil adalah fundamental. Dialog harus menjadi bagian integral dari kerangka kebijakan dan implementasi di semua tingkat. Konsultasi yang memadai, terinformasi, dan berkelanjutan harus dilakukan dengan semua pemangku kepentingan yang relevan.
  2. Kebijakan harus menghormati, mempromosikan, dan mewujudkan hak-hak dasar di tempat kerja.
  3. Kebijakan dan program perlu mempertimbangkan aspek gender dari tantangan dan peluang transisi. Kebijakan gender khusus harus dipertimbangkan untuk mempromosikan hasil yang adil.
  4. Kebijakan yang mencakup semua aspek ekonomi, lingkungan, sosial, dan pendidikan/pelatihan harus menciptakan lingkungan yang memungkinkan perusahaan, pekerja, investor, dan konsumen untuk mendorong transisi menuju ekonomi dan masyarakat yang inklusif dan berkelanjutan.
  5. Kebijakan juga harus menyediakan kerangka transisi kerja yang adil untuk semua untuk mendorong penciptaan pekerjaan yang lebih layak.
  6. Tidak ada kerangka yang sesuai untuk semua (No one size fits all); kebijakan dan program perlu dirancang sesuai dengan kondisi khusus setiap negara, termasuk tahap pengembangan, sektor ekonomi, dan jenis serta ukuran perusahaan.
  7. Dalam menerapkan strategi pembangunan berkelanjutan, seharusnya terdapat kerjasama internasional antara negara-negara. Dalam konteks ini, hasil Konferensi PBB tentang Pembangunan Berkelanjutan (Rio+20) dapat dipertimbangkan.

 

Kedua, tidak diperhatikannya aspek transisi pekerja yang terdampak oleh transisi energi. Transisi energi yang pesat berpotensi menyebabkan hilangnya lapangan kerja di industri-industri lama tertentu yang di tinggalkan beserta seluruh rantai nilainya, termasuk hilangnya lapangan kerja secara langsung, tidak langsung, terinduksi, dan informal. Contohnya, Pemensiunan PLTU akan menyebabkan masyarakat yang bekerja di PLTU tersebut kehilangan pekerjaannya. tidak hanya orang yang bekerja secara langsung dalam PLTA tersebut, aktivitas ekonomi di sekitarnya yang menunjang PLTU tersebut transportasi lokal, akomodasi perumahan, dan tokoh-tokoh kecil juga akan ikut terdampak. Lebih lanjut, rantai perekonomian di hulu dan hilir seperti sektor pertambangan batu bara juga akan ikut terdampak sehingga berpotensi merugikan masyarakat yang mengandalkannya sebagai sumber mata pencaharian. Kondisi tersebut memaksa terjadinya transisi pekerja. Namun, melakukan transisi pekerjaan tidak semudah itu.

Belum tentu ada sektor lain yang siap untuk menerima ribuan pekerja yang baru saja di PHK. Bahkan jika ada sektor yang membutuhkan SDM tambahan, para pekerja yang baru saja di PHK belum tentu memiliki keterampilan yang dibutuhkan untuk terjun ke sektor baru yang membutuhkan tenaga kerja tersebut. Oleh karena itu, transisi berkeadilan memerlukan sebuah mekanisme untuk mengakomodasi kelompok pekerja tersebut dan menjamin bahwa mereka dapat melakukan transisi pekerjaan sehingga kesejahteraan mereka tetap terjaga. Namun, prinsip perlindungan transisi pekerja tersebut belum diakomodasi dalam standar JET dalam CIPP karena standar ke-4 tentang tenaga kerja dan kondisi kerja hanya memperhatikan supaya pekerja di sektor energi yang memang masih aktif bekerja mendapatkan hak-hak dasar mereka sebagai pekerja.

Ketiga, tidak ada standar yang secara eksplisit memberikan prioritas kepada aktor lokal/domestik untuk mendapatkan peluang dan perlindungan dibandingkan dengan pemangku kepentingan internasional. Standar ini penting karena adanya disparitas kekuatan antara aktor lokal/domestik dan internasional, yang mengancam kemampuan aktor lokal/domestik untuk mendapatkan manfaat dari transisi energi. Tidak adanya upaya khusus untuk memprioritaskan aktor lokal/domestik berpotensi menyebabkan sektor transisi energi di Indonesia didominasi oleh Pihak Asing.

Dampaknya, yang menerima manfaat paling besar dari transisi energi di sektor asing adalah pihak asing juga, bukan masyarakat Indonesia. Sehingga, perlu diperhatikan juga bahwa disini masyarakat Indonesia harus mendapatkan keadilan berupa manfaat yang signifikan dari transisi energi mengingat menurut konstitusi NKRI, bumi, air, dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya harus dipergunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat Indonesia. Permasalahan yang disebutkan di atas hanyalah tiga contoh kecil dari ketidaksempurnaan kerangka JET di Indonesia.

Kesimpulan dan Rekomendasi

Berlatarbelakang dari kelemahan-kelemahan yang telah dipaparkan sebelumnya, terdapat tiga rekomendasi yang dapat diterapkan untuk memperbaiki kerangka JET Indonesia.

  1. Melakukan penyederhanaan kerangka JET Indonesia menjadi lebih mudah dipahami dan diimplementasikan seperti yang telah disusun oleh ILO.
  2. Menambahkan prinsip yang melindungi pekerja-pekerja yang kehilangan pekerjaannya akibat transisi energi serta menyediakan mekanisme transisi kerja bagi mereka.
  3. Menambahkan prinsip yang melindungi secara khusus dan memprioritaskan aktor-aktor lokal/domestik untuk bisa memainkan peran yang lebih aktif dan menjamin mereka mendapat manfaat dari transisi energi.

Selain itu, perlu di ingat bahwa masyarakat memiliki peran krusial dalam penyusunan konsep dasar dan kerangka transisi berkeadilan di Indonesia. Partisipasi masyarakat menjadi kunci untuk memastikan bahwa keadilan yang diinginkan dalam konteks transisi energi benar-benar dapat terwujud.  Keterlibatan dan masukan dari masyarakat lebih lanjut dibutuhkan untuk membantu mengidentifikasi aspek-aspek yang perlu diperbaiki atau ditambahkan dalam definisi tersebut. Dengan demikian, konsep transisi berkeadilan dapat lebih akurat mencerminkan kebutuhan dan aspirasi masyarakat dalam menghadapi perubahan menuju energi yang lebih bersih dan berkelanjutan.

Kepala Pusat Studi Energi UGM Prof. Ir. Sarjiya, MT., Ph.D., IPU., Dikukuhkan Sebagai Guru Besar

News Thursday, 1 February 2024

Dosen Departemen Teknik Elektro dan Teknologi Informasi sekaligus Kepala Pusat Studi Energi UGM Prof. Ir. Sarjiya, MT., Ph.D., IPU., dikukuhkan sebagai Guru Besar dalam Bidang Ilmu Operasi dan Perencanaan Sistem Tenaga di ruang Balai Senat UGM, Kamis (2/1).

Prof. Ir. Sarjiya, MT., Ph.D., IPU., menyelesaikan pendidikan dasar di SDN Pengkol, Kulon Progo tahun 1987, lalu menyelesaikan pendidikan menengah pertama di SMP Brosot tahun 1990. Selanjutnya, pendidikan sekolah menengah diselesaikan di SMAN 1 Teladan Kota Yogyakarta tahun 1993 dan di tahun yang sama melanjutkan kuliah di S1 Teknik Elektro UGM.

Lalu pendidikan S2 dilanjutkan di Magister Teknik Jurusan Teknik Elektro Fakultas Teknik. Pendidikan doktor diselesaikan di prodi Electrical Engineering, Chulalongkorn University, Thailand.

Dalam pidato pengukuhan yang berjudul Integrsi Variable Renewable Energy dalam Perencanaan dan Operasi Sistem Tenaga Listrik Menuju Transisi Energi Berkelanjutan, Prof. Ir. Sarjiya, MT., Ph.D., IPU., mengatakan untuk menuju transisi energi yang berkelanjutan di Indonesia diperlukan dalam rangka pemanfataan secara optimal seluruh potensi energi baik terbarukan maupun non terbarukan.

Dengan karakterisitik intermitensinya, integrase potensi variable renewable energy ke dalam grid untuk memenuhi kebutuhan energi nasional menghadapi banyak tantangan. Oleh kerena itu diperlukan inovasi dalam perencanaan dan operasi sistem tenaga untuk memastikan layanan energi listrik yang handal, aman, berkualitas dapat diberikan kepada konsumen dengan biaya penyediaan yang ekonomis.

PT. PLN dan PSE UGM Jalin Kerjasama Dalam Kaian Waste to Energy

Climate ChangeNewsRenewable Energy Friday, 8 December 2023

PT. PLN dan PSE UGM Jalin Kerjasama Kajian Engineering Design untuk Standarisasi Pembangkit Listrik Jenis Waste to Energy.

Semakin lama, kehidupan manusia mengarah ke hal yang lebih kompleks. Sejalan dengan itu, persentase penumpukan sampah terus bertambah setiap harinya. Kenaikan jumlah sampah disebabkan karena populasi manusia yang terus bertambah.

Pada tahun 2022, rata-rata banyak sampah yang dihasilkan per orang di Indonesia adalah 0,7 kg/hari dengan total per harinya mencapai 85000 ton, dan diperkirakan akan mencapai 150000 ton/hari pada tahun 2025.

Berdasarkan jurnal (Rawlins et al., 2014), Indonesia menghasilkan 64 Mt (megaton) sampah padat setiap tahunnya. Lebih dari dua per tiga dari jumlah tersebut dikirimkan ke 380an tempat pembuangan akhir di Indonesia, beberapa dari TPA tersebut hampir melebihi kapasitasnya. 

Oleh karena itu, diperlukan adanya pengelolaan sampah bertujuan untuk meningkatkan kesehatan masyarakat dan kualitas lingkungan serta sampah dapat dimanfaatkan sebagai sumber energi terbarukan untuk pemenuhan pasokan energi nasional serta turut mendukung transisi energi dan mencapai target National Determined Contributions (NDC) Indonesia.

Pemanfaatan sampah tersebut salah satunya adalah Waste to Energy. Waste to Energy adalah pemanfaatan pembuangan sampah yang sudah mencapai tempat pembuangan akhir untuk menjadikannya sumber energi Listrik.

Oleh karena itu, PT. PLN dan Pusat Studi Energi Universitas Gadjah Mada menjalin kerja sama kajian engineering design untuk standarisasi pembangkit istrik jenis Waste to Energy pada tanggal 7 Desember 2023.

PSE Berpartisipasi dalam Workshop The Inequalities – Environment Nexus: Just Green Transition

Climate ChangeNewsRenewable Energy Friday, 3 November 2023

Pada tanggal 2 dan 3 November 2023 telah dilaksanakan Acara The Inequalities – Environment Nexus: Just Green Transition Workshop di Bogor. Acara ini diselenggarakan oleh Kementerian PPN/Bappenas bekerja sama dengan Center for International Cooperation, University New York (NYU CIC) dan GIZ IKI-JET. Workshop ini dibuka oleh Deputi Bidang Kemaritiman dan Sumber Daya Alam, Bappenas, Ibu Dr. Vivi Yulaswati, MSc. Dalam sambutannya, Ibu Vivi memaparkan, fakta bahwa capaian Bauran energi baru dan terbarukan yang baru mencapai 12,3%, yakni sekitar separuh dari target 23% pada tahun 2025, menimbulkan adanya urgensi percepatan proses transisi energi. Hal ini tertuang dalam Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) 2025-2045 dalam mendukung pelaksanaan Visi Indonesia Emas 2045, yang dibagi menjadi 4 bagian. Lebih jauh, transisi yang ada harus merupakan transisi yang berkeadilan (Just transition).

Just transition yang dimaksud adalah adanya keseimbangan dalam aspek sosial, ekonomi dan lingkungan. Transisi yang disertai pembukaan lapangan pekerjaan yang inklusif, mendukung konservasi lingkungan dan keadilan dalam akses energi. Pilar utama dalam Just transition adalah tidak meninggalkan siapapun di belakang dalam konteks inklusifitas dan aspek keberlanjutan dan serta kehandalan. Pilar ini didasarkan pada hak asasi manusia, kesetaraan dan pemberdayaan gender serta akuntibilitas. Pilar-pilar ini kemudian yang menyusun Kerangka Transisi berkeadilan (Just transition framework). Just transition framework secara komprehensif akan mengidentifikasi sejumlah bidang sosial ekonomi dan lingkungan yang terkena dampak investasi transisi energi. Berdasarkan praktik terbaik di tingkat internasional untuk mencegah timbulnya kesenjangan dan permasalahan sosial lainnya. Sehingga penting untuk menyiapkan instrumen pengukuran kebijakan sebagai mitigasi dan mengelola risiko. Demi menjalankan transisi energi yang adil bagi semua.
Workshop ini diselenggarakan selama 2 hari dengan menghadirkan beberapa narasumber dan trainer. Pembicara yang dihadirkan diantaranya adalah Bapak Ade Cahyat dari IKI JET, GIZ; Bapak Nizhar Marizi, ST, M.Si, Ph.D., Direktur Sumber Daya Energi, Mineral dan Pertambangan, Bappenas; Bapak Qatro Romandhi dari Kementerian ESDM, Bapak Wahyu Gatut dari Bappeda Kaltim; Ibu Vivi Alatas dari Pathfinders dan Denise Gareau dari Women and Gender Equity, Kanada.

Selain pemaparan materi oleh para pembicara juga ada workshop dan pelatihan mengenai 3 metode pengukuran kebijakan oleh para trainer. Metode tersebut adalah Distributional impact assessment, Intersectionality-based Policy Analysis (IBPA) dan Social dialogue. Metode-metode ini diterapkan untuk mengkaji apakah suatu kebijakan sudah mempertimbangkan aspek keberlanjutan, keadilan dan inklusif. Trainer didatangkan langsung dari Center on International Cooperation (Pathfinders initiative), New York University, Yaitu Dr. Roshni Menon dan Paula Sevilla.

Workshop ini ditutup oleh Direktur Sumber Daya Energi, Mineral dan Pertambangan, Bappenas, Bapak Nizhar Marizi, ST, M.Si, Ph.D. pada tanggal 3 November 2023.

PSE hadiri World Hydropower Congress 2023

Climate ChangeHukum dan KebijakanNewsRenewable Energy Wednesday, 1 November 2023

Pada tanggal 31 November 2023, Pusat Studi Energi UGM memenuhi undangan untuk hadir dalam Opening Ceremony of World Hydropower Congress 2023 yang dibuka oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi) di Bali.

Dalam sambutannya, Jokowi mengatakan bahwa saat ini bumi sedang sakit. “PBB menyebutkan saat ini bukan lagi global warming, tapi sudah masuk ke global boiling. Kenaikan suhu bumi jika dibiarkan mencapai lebih dari 1,5 derajat Celsius, maka diprediksi akan mengakibatkan 210 juta orang mengalami kekurangan air, 14 persen populasi akan terpapar gelombang panas dan 290 juta rumah akan terendam akan terendam banjir pesisir dan 600 juta orang akan mengalami malnutrisi akibat gagal panen dan ini ancaman yang nyata bagi kita semuanya” ujarnya.

Untuk itu, Indonesia terus berkomitmen untuk meningkatkan oemanfaatam green energy di Indonesia. Jokowi mengungkapkan lebih dari 4.400 sungai potensial sebagai sumber listrik. “Dan 128 di antaranya adalah sungai besar seperti Sungai Mambramo yang memiliki potensi 24 ribu MW, Sungai Mambramo ini di Papua. Kemudian Sungai Kayan memiliki potensi 13 ribu MW, ini di Kalimantan Utara yang nantinya akan digunakan sebagai sumber listrik untuk green industrial park di Kalimantan. Sekali lagi ini adalah potensi besar yang bisa kita manfaatkan untuk masa depan bumi dan masa depan generasi penerus,” paparnya.

Pada kegiatan ini, Jokowi didampingi oleh Menteri ESDM, Arifin Tasrif serta Malcolm Tumbull, President of International Hydropower Association and former Prime Minister of Australia.

1…34567…15

Pusat Studi Energi
Sekip Blok K1.A Kampus Universitas Gadjah Mada
Yogyakarta - Indonesia
Tel/Fax: +62-0274-549429 | e-mail : pse@ugm.ac.id

Universitas Gadjah Mada

Pusat Studi Energi

Universitas Gadjah Mada

Sekip Blok K1-A Yogyakarta 55281

pse@ugm.ac.id
 +62 (274) 549429
 +62 (274) 549429

Pusat Studi Energi

  • Home
  • Tentang PSE
    • Pengantar
    • Visi dan Misi
    • Kegiatan
    • Kerjasama
    • Personalia
  • Program Kerja
  • Jasa
    • Jasa Survei Geofisika untuk Eksplorasi Air Tanah
    • Jasa Survei Geofisika untuk Geoteknik
    • Jasa Audit Energi
  • PENELITIAN
  • Pelatihan
  • Kontak

© Pusat Studi Energi - Universitas Gadjah Mada

KEBIJAKAN PRIVASI/PRIVACY POLICY