Pusat Studi Energi (PSE) UGM berkolaborasi dengan beberapa universitas dalam dan luar negeri pada proyek Net Zero Carbon Communities (NZCC). Proyek ini melibatkan sejumlah peneliti dari berbagai institusi antara lain : Universitas Gadjah Mada (UGM), Institut Teknologi Bandung (ITB), Pennsylvania State University, University of Colorado – Boulder, dan Pemerintah Kota Makassar. Rangkaian proyek ini didanai oleh Kementerian Luar Negeri Amerika Serikat, U.S. National Science Foundation (NSF) dan Pemerintah Kota Makassar bekerjasama dengan Pennsylvania State University dan University of Colorado – Boulder.
Climate Change
Semakin lama, kehidupan manusia mengarah ke hal yang lebih kompleks. Sejalan dengan itu, persentase penumpukan sampah terus bertambah setiap harinya. Kenaikan jumlah sampah disebabkan karena populasi manusia yang terus bertambah.
Pada tahun 2022, rata-rata banyak sampah yang dihasilkan per orang di Indonesia adalah 0,7 kg/hari dengan total per harinya mencapai 85000 ton, dan diperkirakan akan mencapai 150000 ton/hari pada tahun 2025.
Berdasarkan jurnal (Rawlins et al., 2014), Indonesia menghasilkan 64 Mt (megaton) sampah padat setiap tahunnya. Lebih dari dua per tiga dari jumlah tersebut dikirimkan ke 380an tempat pembuangan akhir di Indonesia, beberapa dari TPA tersebut hampir melebihi kapasitasnya.
Just transition yang dimaksud adalah adanya keseimbangan dalam aspek sosial, ekonomi dan lingkungan. Transisi yang disertai pembukaan lapangan pekerjaan yang inklusif, mendukung konservasi lingkungan dan keadilan dalam akses energi. Pilar utama dalam Just transition adalah tidak meninggalkan siapapun di belakang dalam konteks inklusifitas dan aspek keberlanjutan dan serta kehandalan. Pilar ini didasarkan pada hak asasi manusia, kesetaraan dan pemberdayaan gender serta akuntibilitas. Pilar-pilar ini kemudian yang menyusun Kerangka Transisi berkeadilan (Just transition framework). Just transition framework secara komprehensif akan mengidentifikasi sejumlah bidang sosial ekonomi dan lingkungan yang terkena dampak investasi transisi energi. Berdasarkan praktik terbaik di tingkat internasional untuk mencegah timbulnya kesenjangan dan permasalahan sosial lainnya. Sehingga penting untuk menyiapkan instrumen pengukuran kebijakan sebagai mitigasi dan mengelola risiko. Demi menjalankan transisi energi yang adil bagi semua.
Workshop ini diselenggarakan selama 2 hari dengan menghadirkan beberapa narasumber dan trainer. Pembicara yang dihadirkan diantaranya adalah Bapak Ade Cahyat dari IKI JET, GIZ; Bapak Nizhar Marizi, ST, M.Si, Ph.D., Direktur Sumber Daya Energi, Mineral dan Pertambangan, Bappenas; Bapak Qatro Romandhi dari Kementerian ESDM, Bapak Wahyu Gatut dari Bappeda Kaltim; Ibu Vivi Alatas dari Pathfinders dan Denise Gareau dari Women and Gender Equity, Kanada.
Selain pemaparan materi oleh para pembicara juga ada workshop dan pelatihan mengenai 3 metode pengukuran kebijakan oleh para trainer. Metode tersebut adalah Distributional impact assessment, Intersectionality-based Policy Analysis (IBPA) dan Social dialogue. Metode-metode ini diterapkan untuk mengkaji apakah suatu kebijakan sudah mempertimbangkan aspek keberlanjutan, keadilan dan inklusif. Trainer didatangkan langsung dari Center on International Cooperation (Pathfinders initiative), New York University, Yaitu Dr. Roshni Menon dan Paula Sevilla.
Workshop ini ditutup oleh Direktur Sumber Daya Energi, Mineral dan Pertambangan, Bappenas, Bapak Nizhar Marizi, ST, M.Si, Ph.D. pada tanggal 3 November 2023.
Dalam sambutannya, Jokowi mengatakan bahwa saat ini bumi sedang sakit. “PBB menyebutkan saat ini bukan lagi global warming, tapi sudah masuk ke global boiling. Kenaikan suhu bumi jika dibiarkan mencapai lebih dari 1,5 derajat Celsius, maka diprediksi akan mengakibatkan 210 juta orang mengalami kekurangan air, 14 persen populasi akan terpapar gelombang panas dan 290 juta rumah akan terendam akan terendam banjir pesisir dan 600 juta orang akan mengalami malnutrisi akibat gagal panen dan ini ancaman yang nyata bagi kita semuanya” ujarnya.
Untuk itu, Indonesia terus berkomitmen untuk meningkatkan oemanfaatam green energy di Indonesia. Jokowi mengungkapkan lebih dari 4.400 sungai potensial sebagai sumber listrik. “Dan 128 di antaranya adalah sungai besar seperti Sungai Mambramo yang memiliki potensi 24 ribu MW, Sungai Mambramo ini di Papua. Kemudian Sungai Kayan memiliki potensi 13 ribu MW, ini di Kalimantan Utara yang nantinya akan digunakan sebagai sumber listrik untuk green industrial park di Kalimantan. Sekali lagi ini adalah potensi besar yang bisa kita manfaatkan untuk masa depan bumi dan masa depan generasi penerus,” paparnya.
Pada kegiatan ini, Jokowi didampingi oleh Menteri ESDM, Arifin Tasrif serta Malcolm Tumbull, President of International Hydropower Association and former Prime Minister of Australia.
Pada sesi awal, beliau, Bapak Moristanto sebagai Ketua Penyusunan Studi dari Kementerian ESDM, beliau menyampaikan urgensi dari studi pemutakhiran data potensi bioenergi. Kajian ini telah diawali dari tahun 2013 untuk memetakan kajian potensi lahan/umum dan potensi teknis dari limbah industri. Kajian dilanjutkan pada tahun 2019 terkait pembuatan peta jalan bahan bakar nabati berbasis kelapa sawit hingga targen indonesia emas pada tahun 2045. Dan harapannya pada tahun 2023 akan dilakukan kajian pemutakhiran dan pemetaan data potensi teknis bioenergi sebagai dasar pengembangan bioenergi berbasis lokasi.
Selanjutnya, acara dimoderatori oleh salah satu Tenaga Ahli PSE UGM, Bapak Tommy Listyanto, Ph.D. Pada sesi awal, telah dilakukan penyampaian materi pemantik yang dibuka oleh Prof. Samsul Kamal, dimana beliau menyampaikan setidaknya terdapat 4 parameter yang harus diperhatikan di dalam pengimplementasian bioenergi sebagai pembangkitan energi listrik, diantaranya: Sustainability, Quality, Price, dan Manageability. Keempat parameter ini akan menjadi menjamin keberlanjutan dari penerapan program bioenergi di Indonesia.
Pemaparan selanjutnya disampaikan oleh Ekrar Winata, M.Sc yang menyampaikan update perhitungan potensi teoritis dan potensi teknis bioenergi di Indonesia terutama di Provinsi Riau. Dari perhitungan potensi bioenergi yang dilakukan di Provinsi Riau, dapat dipetakan sebaran potensi yang terdiri atas potensi dari komoditas kelapa sawit dengan luas lahan sebesar 2.1 juta Ha, pemanfaatan hutan produksi seluas 2.34 juta Ha, pemanfaatan sekam padi dari luas sawah sebesar 59.97 ribu Ha, Potensi dari perkebunan karet seluas 373 Ha, dan potensi dari limbah sapi sebesar 209 ribu ekor.
Acara yang dimulai pukul 9.30 pagi berjalan sangat baik, tentunya dengan konsep diskusi yang santai namun tetap serius. Di dalam kegiatan tersebut, OPD dari pemerintah Riau yang meliputi Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral, Dinas Perkebunan, Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan, dan Dinas Lingkungan Hidup, serta dari industri bioenergi seperti PTPN V, PT Arara Abadi, dan PT Indah Kiat turut menyampaikan potensi bioenergi yang ada di Provinsi Riau.
Diakhir acara, Dit Bioenergi, Kementerian ESDM meminta OPD Provinsi Riau untuk mendukung Studi Pemutakhiran dan Pemetaan Data Potensi Teknis Bioenergi sebagai Dasar Pengembangan Bioenergi Berbasis Lokasi, hal ini dilakukan agar semua dokumen perencanaan di Provinsi Riau memiliki target yang inline satu dengan yang lainnya.
Dengan latar belakang tersebut, IESR dan LBNL melakukan kajian bersama untuk merumuskan peta jalan dekarbonisasi industri di Indonesia. Studi ini berfokus pada lima industri terpilih yang dianggap penting bagi pertumbuhan ekonomi Indonesia dan diklasifikasikan sebagai industri padat energi. Industri terpilih tersebut adalah semen, besi dan baja, pulp dan kertas, ammonia dan tekstil. Secara keseluruhan, kelima industri tersebut mendominasi konsumsi energi pengguna akhir di sektor ini sebesar lebih dari 40% pada tahun 2021.
Berdasarkan temuan terbaru studi ini, emisi dari kelima industri tersebut diperkirakan akan mengalami peningkatan yang signifikan jika tidak dilakukan tindakan dekarbonisasi. Sebelumnya pada tahun 2021, emisi lima industri mencapai 101,5 MtCO2 eq dan akan terus meningkat lebih dari 1,4 kali lipat pada tahun 2060 berdasarkan skenario bisnis seperti biasa. Peningkatan sebesar ini tentu akan menggagalkan janji yang telah disepakati untuk menjaga kenaikan suhu rata-rata global jauh dibawah 2°C. Oleh karena itu, dekarbonisasi sektor ini sangat penting bagi Indonesia untuk memenuhi komitmennya untuk mencapai emisi nol bersih pada tahun 2060. Selain itu, dekarbonisasi sektor industri juga dapat meningkatkan daya saing negara di pasar internasional melalui peraturan lingkungan hidup yang lebih ketat untuk barang impor dan mekanisme carbon pricing yang telah efektif di beberapa negara tujuan ekspor, seperti Uni Eropa.
Untuk melanjutkan pembahasan peta jalan dekarbonisasi industri, maka IESR dan LBNL menyelenggarakan acara Dissemination Workshop of Indonesia Industry Decarbonization Roadmap and Policy Recommendations pada tanggal 23 Oktober 2023 di Jakarta.
Pada acara tersebut, Bapak M. Akhsin Muflikhun, Ph.D selaku technology expert dari PSE UGM mengatakan bahwa “salah satu strategi utama untuk melakukan dekarbonisasi adalah peralihan bahan bakar ke hidrogen ramah lingkungan. Namun dalam implementasi di masa depan ditemukan beberapa tantangan dan hambatan. Yang pertama adalah kesiapan teknologi yang perlu dilakukan kajian lebih dalam. Di Indonesia, penelitian fundamental sudah mulai dirintis selama ini. Pertamina dan PSE UGM menginisiasi teknologi fundamental di bidang hydrogen (hydrogen storage berdasarkan solid state), beberapa penelitian juga telah dilakukan dan dimulai dengan BRIN (fuel cell), serta kebijakan terkait hydrogen hijau juga telah dilakukan oleh PSE UGM bersama beberapa mitra. Tantangan lainnya adalah belum adanya peraturan menyeluruh atau utama terkait produksi hydrogen, selain itu insentif terkait hydrogen juga diperlukan, harga energi terbarukan perlu diturunkan dan meningkatkan cakupan pajak karbon.”
Jakarta – PSE UGM dalam perannya sebagai advokasi dan akademisi melakukan kunjungan ke Direktorat Jenderal Minyak dan Gas Bumi (Ditjen Migas). PSE UGM mengadakan diskusi terkait pemanfaatan gas suar sebagai sumber pembangkitan listrik, dalam upaya mengurangi emisi gas rumah kaca (GHG) dan mendorong pemanfaatan energi bersih. Kegiatan ini berlangsung di kantor Ditjen Migas, Jl. H. R. Rasuna Said, Kuningan, Jakarta Selatan pada tanggal 23 Oktober 2023 pukul 08:00 WIB.
Diskusi ini dibuka oleh Prof. Sarjiya selaku Kepala PSE UGM, yang menguraikan bagaimana emisi GHG di Indonesia telah mengalami peningkatan sebesar 3,9% per tahun selama periode 2000-2019. Sektor pembangkitan listrik, terutama yang berasal dari bahan bakar fosil, memberikan kontribusi terbesar terhadap emisi ini. Dalam upaya mengatasi masalah ini, Prof. Sarjiya mengusulkan pemanfaatan gas suar dari kilang minyak untuk proses pembangkitan listrik sebagai solusi yang efektif.
Dannys Arif menambahkan bahwa integrasi gas suar ke dalam sistem pembangkitan listrik tidak hanya meningkatkan efisiensi operasional, tetapi juga menawarkan manfaat ekonomi dan lingkungan. Pemanfaatan gas suar dengan kandungan hidrogen yang tinggi secara signifikan dapat mengurangi emisi CO2.
Prof Tutuka selaku Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi menekankan perlunya mempertimbangkan kandungan CO2 dalam gas suar karena dapat mempengaruhi efisiensi pembakaran pada turbin. Beliau juga menekankan pentingnya memastikan bahwa pembangkitan listrik dari gas suar memiliki daya yang setara dengan sumber listrik yang akan digantikannya, dengan mempertimbangkan sifat intermiten dari kandungan gas suar.
Dalam konteks ekonomi, Ardyanto Fitrady Ph.D. menyoroti manfaat perekonomian nasional dari pemanfaatan gas suar. Investasi dalam teknologi ini dapat menciptakan peningkatan output, pendapatan masyarakat, dan kesempatan kerja. Berdasarkan kasus studi, pemanfaatan gas suar dapat menghemat biaya bahan bakar gas untuk listrik sebesar 11-40%.
Dr. Irine Handika menambahkan bahwa pemanfaatan gas suar sebagai sumber tenaga listrik membutuhkan pertimbangan khusus terkait aspek legal, keamanan, dan keberlanjutan. Beliau juga menyinggung pentingnya integrasi pemanfaatan gas suar dalam skema perdagangan emisi karbon.
Dr. Mirza Mahendra selaku Direktur Teknik dan Lingkungan Migas mengingatkan bahwa pembakaran rutin gas suar seharusnya dihindari dan hanya diperbolehkan dalam kondisi tertentu untuk alasan keselamatan.
Diskusi ini menciptakan pembahasan penting untuk pengembangan kebijakan dan strategi yang akan mendorong transisi energi yang lebih bersih dan berkelanjutan. Ke depan, kolaborasi antara pemerintah, industri, dan para ahli akan menjadi kunci dalam mengoptimalkan pemanfaatan gas suar untuk pembangkitan listrik dan mengurangi dampak negatif terhadap lingkungan.
Jakarta, 23 Oktober 2023 – Dalam upaya mendorong meningkatkan efisiensi penggunaan energi dan mengurangi emisi karbon, Pusat Studi Energi Universitas Gadjah Mada (UGM) melakukan kunjungan dan diskusi ke Deputi 1 Deputi Bidang Koordinasi Kedaulatan Maritim dan Energi pada pukul 14:00 WIB. Acara diskusi ini diinisiasi untuk membahas potensi inovasi dalam pemanfaatan gas suar di kilang minyak.
Prof. Sarjiya selaku Kepala PSE UGM, membuka acara, menjelaskan urgensi untuk berinovasi mengingat profil emisi pembangkitan listrik dan kilang di Indonesia tertinggi dibandingkan dengan sektor lain. Beliau menjelaskan bahwa dengan memanfaatkan gas suar efisiensi penggunaan bahan bakar dapat ditingkatkan, bahan bakar dapat dihemat, dan terjadi penurunan emisi melalui integrasi pembangkitan listrik dari gas suar.
Dannys Arif menambahkan bahwa integrasi gas suar ke dalam sistem pembangkitan listrik di kilang-kilang minyak akan meningkatkan efisiensi operasional sistem pembangkitan dan mengurangi konsumsi bahan bakar, tetapi juga menawarkan manfaat lingkungan. Pemanfaatan gas suar, khususnya yang kaya akan hidrogen, secara signifikan dapat mengurangi emisi CO2 dari pembangkit listrik.
Sementara itu, Ardyanto Fitrady Ph.D. memaparkan bahwa investasi untuk pembangkit gas suar, berdasarkan studi kasus beberapa kilang, pemanfaatan gas suar dapat menghemat biaya bahan bakar gas untuk listrik. Dari sisi ekonomi, investasi ini sangat menguntungkan dan berdampak positif terhadap perekonomian dan penyerapan tenaga kerja. Selain dampak terhadap perekonomian makro, pemanfaatan gas suar sebagai pembangkit listrik pada kilang minyak juga dapat menjadi upaya dekarbonisasi sektor energi.
Dr. Irine Handika memberikan penjelasan mendalam terkait aspek-aspek yang perlu diperhatikan dalam pemanfaatan gas suar sebagai penyedia tenaga listrik. Beliau menjelaskan tantangan intermitensi, keamanan pembangunan pembangkit di wilayah kilang, kebutuhan pembentukan badan usaha baru, dan integrasi pemanfaatan gas suar dalam perdagangan emisi karbon.
Terdapat peluang besar untuk mengintegrasikan gas suar dalam perdagangan emisi karbon dan memberikan kontribusi terhadap dekarbonisasi sektor energi dijelaskan Dr. Irine Handika. Beliau juga menambahkan bahwa penjualan gas suar secara langsung memerlukan regulasi yang jelas, termasuk klasifikasi gas suar berdasarkan supply chain dan kandungan gas suarnya.
Bapak Jodi Mahardi selaku Deputi 1 Bidang Koordinasi Kedaulatan Maritim dan Energi, menyatakan ketertarikannya terhadap konsep carbon trading dan kemungkinan penjualan listrik ke luar kilang. Beliau juga menyarankan pengembangan lebih lanjut terkait pemanfaatan blue hydrogen pada Gas Suar Kilang Minyak.
Melalui diskusi ini, Pusat Studi Energi UGM dan Deputi Bidang Koordinasi Kedaulatan Maritim dan Energi berharap dapat bersinergi dalam menciptakan inovasi dan strategi yang efektif untuk meningkatkan efisiensi energi dan mengurangi jejak karbon di Indonesia, sejalan dengan upaya transisi energi yang berkelanjutan.
Hal ini didasari bahwa potensi energi terbarukan terbesar Indonesia adalah solar PV dan dalam RUKN bauran energi surya yang paling besar diantara jenis EBT lainnya. Dengan karakteristiknya yang intermittent, pemanfaatan Solar PV harus didukung dengan pembangkit dengan fleksibilitas tinggi yaitu pembangkit listrik tenaga gas. Apalagi dengan bauran energi dari batubara yang harus semakin berkurang karena beberapa PLTU sudah dipersiapkan menuju phase out dan phase down, maka pembangkit berbasis bahan bakar gas harus mampu menggantikan peran PLTU sebagai pembangkit beban dasar dan sebagai sumber inersia untuk mendukung stabilitas sistem.
Kegiatan kuliah umum ini diselenggarakan sebagai rangkaian penandatangan MoU antara UGM dengan Exxon Mobile Indonesia. Pembicara lain yang menyampaikan materi adalah Muhammad Nurdin, Senior Vice President Production Exxon Mobil Indonesia dan Prof Poppy Sulistyaning Winanti, dosen FISIPOL UGM.
Pada paparannya Prof Sarjiya menyampaikan isu-isu strategis dan hasil-hasil riset yang dilakukan oleh Pusat Studi Energi UGM terkait dengan transisi energi dan perubahan iklim dikaitkan dengan konsep trilema energi dimana penyediaan energi untuk mendukung pertumbuhan ekonomi harus memperhatikan aspek security/reliability, affordability dan accessability serta sustainability.