Subsidi BBM selalu menjadi isu sentral di Indonesia dimana beban subsidi BBM semakin meningkat dari tahun ke tahun. Ironisnya dengan meningkatnya subsidi BBM kenaikan konsumsi BBM juga semakin meningkat sehingga subsidi BBM semakin membengkak dan pada akhirnya menimbulkan permasalahan-permasalahan sosial, fiskal, dan moneter. Beberapa alternatif telah dikaji untuk mengurangi subsidi BBM, salah satunya adalah dengan menaikkan tarif BBM seperti yang telah didiskusikan di forum FGD sebelumnya. Potensi alternatif yang lain yang memungkinkan adalah pengurangan subsidi BBM melalui pemakaian BBG. Opsi alternatif ini muncul dengan pertimbangan potensi LPG dan gas bumi Indonesia yang cukup dan teknologi yang dapat dikuasai dan dikembangkan. Kajian dilakukan oleh peneliti-peneliti di Jurusan Teknik Mesin dan Industri, FT-UGM, mendukung bahwa migrasi kendaraan berbahan bakar minyak ke CNG dapat mereduksi subsidi sebesar 63% di tahun 2030 karena pengurangan penggunaan BBM.
Beberapa usaha telah dilakukan diantaranya adalah pembangunan infrastruktur SPBG di beberapa tempat di Jawa, Kalimantan dan Sumatra. Selain itu, penyediaan konverter kit dan pembangunan bengkel kendaraan BBG untuk pengkonversian juga telah dilakukan. Sayangnya hanya 8 dari 23 SPBG yang beroperasi (ESDM). Hal ini bisa jadi disebabkan karena pengguna kendaraan BBG masih sangat sedikit seperti hasil survey penelitian yang menyatakan bahwa ternyata hanya 7% dari responden memilih kendaraan BBG (Santoso, 2013). Hal ini menunjukkan bahwa proses transisi BBM ke BBG merupakan permasalahan yang kompleks dimana banyak stakeholder yang terlibat dan adanya interaksi antar stakeholder, contohnya pemerintah, vendor kendaraan, pengguna kendaraan, pelaku investasi, dll. Belajar dari kasus di Thailand yang dipandang berhasil dalam proses migrasi BBM ke BBG, ada beberapa faktor yang mendukung proses transisi tersebut, yaitu pengontrolan harga BBG oleh pemerintah, investasi infrastruktur yang cukup besar dan dalam jangka panjang, standard keamanan kendaraan dan public recognition. Bagaimanakah dengan Indonesia? Apa sajakah yang telah diupayakan dalam proses migrasi ini? Faktor-faktor apa sajakah yang telah dan akan menghambat proses transisi ini, dan bagaimana tantangan dan isu-isu yang mungkin timbul dalam proses transisi?
Oleh karenanya, Pusat Studi Energi (PSE) UGM akan membahasnya dalam FGD dengan tema: “Migrasi BBM ke BBG”, dengan beberapa sub-topik yang akan dibahas diantaranya:
- Bagaimanakah kesiapan, isu, dan kendala dalam aspek teknologi kendaraan yang meliputi standard keamanan, jenis kendaraan yang dapat dikonversi, peranan vendor/OEM?
- Bagaimanakah kesiapan, isu, dan kendala yang berhubungan dengan infrastruktur seperti sistem pendistribusian BBG (SPBG), bengkel?
- Bagaimanakah persepsi dan acceptance masyarakat terhadap kendaraan BBG (keamanan, preferensi, attitude)?
- Bagaimanakah kebijakan pemerintah mendukung proses transisi (roadmap, target, realisasi)?
- Apakah tantangan dan isu-isu lain yang mungkin timbul dalam proses transisi BBM ke BBG di Indonesia?
Topik dan Sub-topik tersebut akan dibahas dalam FGD, pada:
Hari/Tanggal : Jum’at, 6 September 2013
J a m : 13.00 sd 15.00
Tempat : Ruang Sidang Pusat Studi Energi UGM
Jl. Sekip Blok K-1A, Kampus UGM Yogyakarta
Nara Sumber:
- Saryono Hadiwidjoyo, Komite BP Migas Hilir, Kementerian ESDM RI
- Indra Chandra Setiawan, Toyota Motor Manufacturing Indonesia
- Deendarlianto, Pusat Studi Energi UGM