Jumat, 24 Juni 2014 telah dilaksanakan rapat kerjasama antara PSE UGM dan Balitbang ESDM. Pada agenda ini hadir Kepala Balitbang ESDM dan jajarannya. Termasuk di dalamnya adalah tim dari Tekmira ESDM, Wakil Rektor UGM Bidang Penelitian dan Pengabdian, serta Jajaran pengurus dan peneliti PSE UGM. Pembicaraan difokuskan untuk menindaklanjuti kerjasama pengembangan gasifikasi batubara utk industri kecil menengah. Pertemuan juga membicarakan kerjasama di berbagai program energi lainnya.
Sosial Energy
Stube-HEMAT Yogyakarta mengadakan pelatihan Energi Terbarukan sebagai wujud kepedulian dan kontribusi untuk menjawab permasalahan sosial, khususnya yang berkaitan dengan energi. Pelatihan ini diharapkan bisa memberi pencerahan (enlightment), membangun kesadaran, membuka pemikiran dan pengalaman keterampilan kepada mahasiswa. Bertempat di Wisma PGK Shanti Dharma Godean, kegiatan ini dimulai pada tanggal 14 – 16 Juni 2013.
Pelatihan diikuti 38 peserta dari berbagai daerah dan berbagai kampus di Yogyakarta. Dari ketiga narasumber tersebut peserta mendengar sedikit banyak mengenai Stube-HEMAT, kegiatan-kegiatannya, serta impian yang ingin digapai bersama anak-anak muda Indonesia untuk mampu menjawab permasalahan sosial yang ada. Pusat Studi Energi (PSE) UGM menjadi salah satu fasilitator pelatihan ini. Diwakili oleh Irawan Eko Prabowo S.T. M.Eng., peserta diajak melakukan Analisis Sosial Permasalahan Energi, Kebijakan Energi (Lokal – Global) dan melihat Keberpihakan Pemerintah terhadap Pengembangan Energi Terbarukan. Lebih lanjut, Dr. Deendarliyanto, pimpinan PSE UGM menyampaikan Pemetaan Potensi Sumber Daya (Energi) Terbarukan di Indonesia serta peluang pengembangannya. (Sumber Stube Hemat)
COMMUNITY EMPOWERMENT (CE)
MELALUI PERINTISAN KELUARGA MANDIRI ENERGI (KME)
BERBASIS BIOFUEL
Karna Wijaya (Manager Biofuel, Energi Hidrogen dan Material, Pusat Studi Energi UGM)
Pendekatan Community Empowerment (CE)
Energi mempunyai peran yang sangat strategis dan krusial bagi pembangunan nasional. Energi dibutuhkan dalam kegiatan sektor industri, transportasi, jasa dan rumah tangga. Walaupun saat ini Indonesia tergolong salah satu negara penghasil minyak bumi dan gas, akan tetapi tersedianya cadangan minyak bumi yang tidak sebanding lagi dengan kebutuhan BBM nasional, penggunaan BBM secara berlebihan yang berdampak negatif kepada lingkungan dan penghapusan subsidi secara bertahap jika tidak diatasi dapat mengakibatkan krisis ekonomi yang berkepanjangan. Olah sebab itu, pemanfaatan sumber-sumber energi baru yang terbarukan (EBT) serta ramah lingkungan menjadi suatu keharusan. Beberapa jenis EBT yang menjanjikan adalah biofuel seperti biodiesel, bioetanol dan biogas. Biofuel memiliki peluang yang besar dalam pengembangannya karena teknologi pembuatan dan pemanfaatnya relatif mudah dan murah. Secara umum pemanfaatan energi biofuel memiliki banyak keuntungan, seperti mengurangi efek gas rumah kaca, mengurangi bau yang tidak sedap yang berasal dari kandang ternak atau sampah organik, mencegah penyebaran penyakit berbahaya, menghasilkan energi ramah lingkungan serta pupuk padat dan cair. Biofuel dapat diperoleh dari sampah buah, kotoran dari ayam, sapi, babi, manusia, air limbah rumah tangga, sampah organik dari pasar, industri pangan dan sebagainya.
Menilik potensinya yang begitu besar maka pengembangan dan pemberdayaan masyarakat, khususnya masyarakat petani dan peternak di pedesaan untuk membuat dan memanfaatkan biofuel sehingga mandiri secara energi merupakan tantangan yang menarik. Salah satu bentuk kemandirian atau otonomi di bidang energi adalah terwujudnya desa mandiri energi (DME) atau keluarga mandiri energi (KME). Keluarga Mandiri Energi (KME) adalah keluarga yang mampu mencukupi kebutuhan akan energinya sendiri minimal 60% dari kebutuhan totalnya. Konsep ini murni dicetuskan oleh PSE UGM dan diadopsi dari konsep Desa Mandiri Energi (DME) yang diluncurkan oleh pemerintah beberapa tahun yang lalu. Jika dalam DME desa merupakan lembaga basis yang mengembangkan dan menghasilkan energi secara mandiri, maka pada KME keluarga adalah sebagai basis terkecil pembuat sekaligus pengelola dan pengguna energi. Energi yang dihasilkan dan digunakan bisa beraneka ragam, baik energi terbarukan maupun tidak terbarukan (EBT), yang penting mereka dapat secara independen memproduksi energi tersebut namun di antara berbagai sumber energi yang tersedia di Indonesia, bioenergi seperti biogas, bioetanol dan biodiesel merupakan sumber energi yang relatif mudah dan murah dibuat sehingga masyarakat akan mampu mengembangkannya sendiri dalam sekala UMKM/home industry.
Pemberdayaan masyarakat atau pemberdayaan komunitas (Community Empowerment) atau disingkat dengan CE. adalah sebuah proses pembangunan jejaring interaksi dalam rangka meningkatkan kapasitas dari sebuah komunitas, mendukung pembangunan berkelanjutan, dan pengembangan kualitas hidup masyarakat. Pemberdayaan masyarakat dapat diartikan pula sebagai upaya peningkatan kemampuan atau kapasitas masyarakat agar dapat mendayagunakan sumber daya yang ada untuk meningkatkan kesejahteraan, martabat, dan keberdayaan yang dilakukan dalam bentuk-bentuk :
a. Penguatan lembaga masyarakat
b. Peningkatan partisipasi masyarakat
c. Pembangunan perdesaan secara berkelanjutan
d. Penguatan usaha kecil dan menegah
e. Pengembangan prasarana berbasis masyarakat
CE tidak bertujuan untuk melayani masyarakat, mencari dan menetapkan solusi, Konsep CE adalah bekerja bersama-sama dengan masyarakat sehingga mereka dapat mendefinisikan dan menangani masalahnya sendiri, serta terbuka untuk menyatakan kepentingan-kepentingannya sendiri dalam proses pengambilan keputusan. Oleh karena itu dalam implementasinya dibutuhkan pendekatan yang tepat. Pendekatan dalam pemberdayaan masyarakat dapat dilihat dari sudut pandang Deficit Based dan Strength Based. Pendekatan Deficit-Based menitik beratkan pada mengangkat berbagai macam permasalahan yang ada di komunitas serta upaya mencari penyelesainnya. Keberhasilan pendekatan ini sangat tergantung pada adanya identifikasi dan diagnosis yang jelas terhadap masalah, penyelesaian cara pemecahan yang tepat, serta penerapan cara pemecahan tersebut. Sementara pendekatan Strengh Based melalui metode Appreciative Inquiry berbasis pada kemampuan-kemampuan yang dimiliki oleh komunitas atau individu. Metode Appreciative Inquiry merupakan sebuah metode yang mentransformasikan kapasitas individu atau komunitas untuk perubahan yang positif dengan memfokuskan pada pengalaman positif dan masa depan yang penuh harapan. Metode ini terbukti dapat mengubah budaya sebuah komunitas untuk melakukan pembaharuan dan memberdayakan komunitas pedesaan. Dari sisi sosial pemberdayaan masyarakat untuk memanfaatkan biofuel sebagai sumber EBT sebaiknya dilakukan melalui pendekatan yang terakhir
Strategi Perintisan KME
Model pengembangan keluarga mandiri energi (KME) berbasis biofuel dilakukan di beberapa desa sasaran. Model KME yang dikembangkan menitikberatkan pada rekayasa sosial yaitu pemberdayaan masyarakat untuk membangun kemandirian masyarakat guna mengurangi ketergantungan akan BBM.
Pelaksanaan pengembangan KME didasarkan didasarkan kepada appreciative inquiry dan participatory based action research. Metode tersebut merupakan proses kolaborasi antara peneliti di perguruan tinggi, dalam hal ini Pusat Studi Energi dan masyarakat peternak dan petani di desa sasaran dengan tujuan untuk mengintegrasikan pengetahuan praktis yang dimiliki oleh masyarakat dengan teknologi yang akan diterapkan dari PSE. Metode ini bersifat konsultatif, kolaboratif dan collegiatif. Implementasi metode adalah sebagai berikut :
- 1. Pemilihan Sasaran KME
Sasaran KME berada pada level dusun yang didalamnya terdiri atas beberapa keluarga. Sasaran KME ditentukan melalui pertimbangan : Merupakan basis peternakan sapi, perkebunan ubi kayu, jambu mete atau kelapa, limbah peternakan secara nyata belum dipergunakan oleh masyarakat, dan limbah peternakan serta peternakan berpotensi menjadi sumber konflik antara masyarakat peternak-petani dan masyarakat non peternak dan petani. Pemilihan calon KME menghasilkan beberapa alternatif keluarga yang akan dijadikan KME. Tahapan selanjutnya adalah melakukan identifikasi tipologi daerah sasaran. Berdasarkan tipologi akan dihasilkan satu desa atau dusun yang dijadikan tahapan inisiasi penerapan model ini.
2. Diseminasi informasi dan Sosialisasi
Diseminasi informasi dan sosialisasi teknologi pengolahan minyak kelapa, jambu mete, singkong dan limbah peternakan dilakukan melalui FGD (Forum Group Discussion) yang diikuti oleh tokoh-tokoh masyarakat dan calon KME. Tujuan FGG ini adalah untuk menyamakan persepsi mengenai teknologi dan kendala yang mungkin muncul selama implementasinya..
3. Inkubasi: Pelatihan dan Pendampingan
Pembangunan demplot akan memunculkan berbagai respon dari masyarakat. Respon ini menjadi dasar untuk menguatkan kelembagaan KME. Fungsi kelembagaan KME yang dibentuk tidak saja berkaitan dengan aspek-aspek pemasangan instalasi bioetanol, biodiesel dan biogas, namun juga diarahkan untuk mengakomodasi keinginan masyarakat yang berkeinginan untuk memanfaatkan energi berbasis biofuel.
4. Monitoring dan Evaluasi.
Setiap beberapa bulan masing-masing KME dievaluasi dan di monitor. Hasil-hasil temuan pada saat MONEV kemudian dianalisis. Hasil analisis secara deskriptif dan kuantitatif itu dipakai sebagai bahan untuk pengambilan keputusan, mengatasi permasalahan yang muncul dilapangan dan dipergunakan untuk memperbaiki model KME itu sendiri
Kerja sama Pusat Studi Energi (PSE) UGM dengan Departemen Luar Negeri RI Bidang Ketahanan Energi (Energy Security) menjadi salah satu isu penting di Asia Pasifik. Isu tersebut sangat dinamis ditandai dengan tingginya tingkat pertumbuhan ekonomi di kawasan ini. Dengan tingginya pertumbuhan itu, Asia Pasifik tampaknya sangat bergantung pada pasokan energi, terutama minyak dan gas. Ketergantungan diduga akan terus berlanjut seiring dengan pertumbuhan ekonomi di kawasan tersebut.