Yogyakarta, 21 April 2022 – Pusat Studi Energi UGM menggelar Focuss Group Discussion (FGD) dengan tema “Pengembangan Sistem Hidrogen Hijau sebagai Penopang Pengembangan Energi Terbarukan di Indonesia”. Acara ini berlangsung dari pukul 08:30 WIB hingga 11:00 WIB di Yogyakarta dan melalui video conference.
FGD diawali dengan sambutan dari Sarjiya Ph.D., Wakil Kepala PSE UGM. Dalam sambutannya, beliau menekankan dukungan penuh dari civitas akademik UGM terhadap pengembangan green hydrogen sebagai energi terbarukan di Indonesia.
Dr. Adhika Widyaparaga, Peneliti dari PSE UGM, memaparkan perkembangan energi green hydrogen di dunia dan di Indonesia. Beliau menyoroti sumber energi, biaya, dan penggunaan energi green hydrogen. Sementara itu, Prof. Eniya dari BRIN mengambil contoh transisi energi di Jepang yang menggunakan sistem desentralisasi, di mana setiap daerah memiliki beragam sumber energi sesuai potensinya.
Diskusi mendalam mengenai pengurangan emisi energi di sektor industri dan transportasi menjadi sorotan. Dengan harga rata-rata hidrogen hijau sebesar 2,8-4,6 dollar/kg dan target internasional 1 dollar/kg, green hydrogen diharapkan dapat menjadi solusi alternatif dalam pasokan energi dunia dan khususnya di Indonesia.
Sesi diskusi menyoroti berbagai aspek, mulai dari upaya peningkatan efisiensi sumber energi green hydrogen, kesiapan dan adaptasi sumber energi di Indonesia, hingga pengelolaan hidrogen. Bpk. Oki Muraza dan Bpk. Haryo Oktaviano dari PT. Pertamina Persero memaparkan bahwa green hydrogen masih dalam tahap riset di Pertamina. Sementara itu, Bpk. Mohamad Husni Mubarok dari PT. PGE menekankan potensi geothermal sebagai sumber energi yang stabil dan berkapasitas tinggi untuk produksi green hydrogen.
Dalam sesi diskusi, berbagai pertanyaan dan tanggapan dari peserta FGD menggali lebih dalam mengenai potensi, risiko, dan tantangan dalam pengembangan green hydrogen di Indonesia. Salah satu poin penting yang disoroti adalah kebutuhan kerjasama antar stakeholder dan dukungan penuh dari pemerintah dalam pengembangan green hydrogen.
Bpk. Arie Susanto dari PT. PGN (Perusahaan Gas Negara) menyoroti bagaimana Jepang telah meminta kerjasama untuk pengadaan green hydrogen dalam bentuk amoniak. Pada tahun 2018, PGN mencoba mixing gas alam dan hydrogen dalam pipa PGN. Beliau juga menekankan pentingnya infrastruktur dalam pengembangan green hydrogen.
Bu Irine Handika menanyakan tentang kesiapan industri dalam menghadapi era green hydrogen. Menurut beliau, pengembangan green hydrogen di Indonesia membutuhkan dukungan penuh dari pemerintah, baik dari segi regulasi maupun apresiasi.
Sebagai penutup, FGD ini menegaskan bahwa green hydrogen memiliki potensi besar sebagai sumber energi alternatif di masa depan. Namun, pengembangannya memerlukan kerjasama yang erat antara akademisi, industri, dan pemerintah untuk mengatasi berbagai tantangan dan memaksimalkan potensinya bagi Indonesia.
Sebagai catatan, green hydrogen adalah hidrogen yang diproduksi melalui proses elektrolisis menggunakan energi terbarukan. Ini dianggap sebagai salah satu solusi untuk mencapai target emisi karbon rendah dan mendukung transisi energi ke arah yang lebih berkelanjutan.