Forum Hukum Hulu Migas 2023 mengusung tema “Tantangan Regulasi dan Kebijakan di Sektor Hulu Minyak dan Gas Bumi di Era Dekarbonisasi”
Forum Hukum Hulu Migas (FHHM) adalah Forum Pertemuan antar Praktisi Bidang Hukum yang bekerja di SKK Migas dan Mitra Kerja (KKKS) serta Stakeholder Pemerintah dan Non-Pemerintah lainnya, termasuk para external lawyers. FHHM selama ini dianggap sebagai forum penting untuk berbagi, berdiskusi serta berkolaborasi untuk berpartisipasi, menyumbangkan gagasan, konsep dan kontribusi lainnya dalam rangka membangun sistem hukum terkait kegiatan usaha hulu migas di Indonesia yang berwawasan global. Dalam FHHM ini mengundang Dr. Irine Handika dari Pusat Studi Energi Universitas Gadjah Mada sebagai narasumber yang memberikan pandangan dari sisi akademisi terkait RUU Migas dan paradigma baru pengelolaan migas dalam era dekarbonisasi.
Dalam rangka mencapai keamanan energi yang berkelanjutan dan menghadapi tantangan perubahan iklim global, negara-negara di dunia berkomitmen/menyepakati untuk transisi energi dan pengurangan karbon (dekarbonisasi). Strategi transisi energi dilakukan secara bertahap dan terukur, mengingat peran energi fosil masih diperlukan sebagai energi transisi.
“Kenapa kita mesti transisi energi? Karena agar oil and gas kita bisa laku di luar negeri. Jika tidak laku, akhirnya Indonesia tidak bisa bersaing dengan barang negara-negara lain,” ungkap Dr. Irine Handika dari Pusat Studi Energi Universitas Gadjah Mada dalam pemaparannya di Forum Hukum Hulu Migas 2023 (FHHM) di Hotel Tentrem Yogyakarta, Senin (9/10/2023).
Ia merujuk pada definisi normatif Transisi Energi yang termaktub dalam RPP KEN 7 Agustus 2023 bahwa transisi energi adalah proses transformasi penyediaan dan pemanfaatan Energi Tak Terbarukan menjadi Energi Baru dan Energi Terbarukan, penggunaan teknologi energi rendah karbon dan/atau efisiensi energi secara bertahap, terukur, rasional, dan berkelanjutan untuk menurunkan emisi gas rumah kaca.
Menurutnya, transasi energi kini menjadi aspek penting yang perlu diperhatikan, mengingat pasar global memberikan atensi besar terhadap jejak karbon. Oleh karenanya, Indonesia harus dapat mulai meramu dengan baik agar jejak karbon dapat diminimalisir.
Lebih lanjut, terkait penerapan teknologi Carbon Capture Storage (CCS) dan Carbon Capture Utilization and Storage (CCUS) pada industri minyak dan gas, dari sejumlah kajian yang dilakukan UGM, Irine mengungkapkan beberapa hal mengenai kepastian hukum agar perlu dimasukkan dalam pengaturan CCS dan CCUS tersebut.
Catatan tersebut secara garis besar meliputi liabilitas, posibilitas probis, perizinan, dan lex specialist insentif pajak. Dimana usulan atas pengaturan norma-norma tersebut menyimpan urgensitas untuk dimuat dalam revisi UU No. 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi (UU Migas).
Sehubungan posisi UU Migas menjadi dependent variable dalam transisi energi, kata dia, tak hanya tata Kelola CCS/CCUS, terdapat sejumlah aspek lain yang tak kalah penting dimuat dalam revisi UU Migas. “Secara garis besar yaitu perihal transisi energi, dekarbonisasi, ketahanan energi, serta green economy.”