Jumat, 24 Juni 2014 telah dilaksanakan rapat kerjasama antara PSE UGM dan Balitbang ESDM. Pada agenda ini hadir Kepala Balitbang ESDM dan jajarannya. Termasuk di dalamnya adalah tim dari Tekmira ESDM, Wakil Rektor UGM Bidang Penelitian dan Pengabdian, serta Jajaran pengurus dan peneliti PSE UGM. Pembicaraan difokuskan untuk menindaklanjuti kerjasama pengembangan gasifikasi batubara utk industri kecil menengah. Pertemuan juga membicarakan kerjasama di berbagai program energi lainnya.
News
Salah satu program pengabdian kepada masyarakat yang dilakukan oleh PSE adalah membatu pengelola dalam perbaikan dan perawatan Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) terpusat. Hal ini dilakukan untuk menjamin keberlanjutan PLTS agar mampu memberikan manfaat yang besar bagi kesejahteraan masyarakat terutama dalam hal pemenuhan energi. Kendala yang sering dihadapi oleh pengelola PLTS pada umunya berupa peramasalahan teknis pada battery charge controller (bcr) dan inverter, permasalahan dapat berupa pengoperasian ataupun perbaikan bcr dan inverter yang rusak.
Kegiatan yang telah dilakukan oleh PSE yaitu pendampingan teknis untuk pengelola PLTS terpusat di Serut, Kecamatan Gedangsari, Kabupaten Gunungkidul. PLTS ini merupakan bantuan dari kementrian ESDM yang telah dipasang sejak tahun 2012. Panel surya yang terpasang mempunyai kapasitas 15 kilo-watt peak yang mampu menghasilakn daya nominal 60kwh/hari pada hari yang cerah. Sistem ini melayani 66 pelanggan/ sambungan rumah tangga yang mana sebagian besar energi yang telah dijatahkan yaitu sebear 260watt-jam / hari/keluarga digunakan untuk penerangan.
Senin, 19 Mei 2014 telah dilaksanakan rapat koordinasi Pusat Studi – Pusat Studi yang diwakili oleh masing-masing kepala Pusat Studi. Pertemuan kali ini dilaksanakan di Pusat Studi Energi UGM dengan agenda utama membahas tentang tata kelola dan usulan perubahan aturan tentang Pusat Studi dalam Anggaran Rumah Tangga UGM.Usulan perubahan yang dimaksut adalah perubahan beberapa klausul yang sudah ada diganti dengan klausul yang sesuai dengan dinamika perkembangan dan kegiatan di Pusat Studi.
Pada tanggal 23 April 2014, telah disepakati kerjasama dalam pemanfaatan energi terbarukan khususnya listrik surya untuk Karimunjawa antara PSE dengan USAID. Kerjasama ini meliputi bidang teknis yaitu instalasi Solar Home System(SHS) 500Wp sebanyak 8 lokasi dan Solar Water Pumping System (SWPS) sebanyak 4 lokasi. Lokasi pemasangan tersebar di daerah Karimunjawa termasuk pulau tetangga yaitu pulau Genteng dan pulau Nyamuk yang ditujukan untuk fasilitas umum. Selain kerjasama teknis, juga dilakukan kegiatan penguatan ekonomi penduduk terutama UKM yang berada di wilayah Karimunjawa berbasis Gender. Kegiatan ini diharapkan mamapu memberikan kontribusi peningkatan kesejahteraan masyarakat di Karimunjawa terutama bidang penyediaan energi dan penguatan ekonomi rakyat berbasis gender.
Dalam rangka kerjasama antara PSE UGM dengan PT. PERTAMINA UTC (Upstream Technology Center), pada tanggal 4 April 2014 telah dilakukan penandatangan kerjasama antara PSE dan PT Pertamina UTC di University Center (UC) UGM. Acara ini dihadiri oleh Wakil Rektor bidang PPM, Kepala PSE, Tenaga Ahli, Vice President PT. Pertamina UTC, dan Chief of Data & Geomatics PT. Pertamina. Kerjasama ini dilaksanakan dalam bentuk jasa konsultasi tenaga ahli bidang migas dan panas bumi di lingkunagn Pertamina Hulu “On Call Basis” yang
juga meliputi kerjasama penelitian serta penyerahan bantuan alat-alat penelitian dari UTC ke UGM.
Penggunaan nuklir sebagai sumber pasokan energi telah banyak diaplikasikan di negara-negara maju. Tercatat negara-negara seperti Prancis, Jepang dan Amerika telah mampu memanfaatkan energi ini untuk kebutuhan listrik nasional mereka dengan proporsi masing-masing sebesar 77,68 persen, 27 persen dan 19,86 persen.
Indonesia sebagai salah satu negara dengan jumlah penduduk terbanyak saat ini masih bergantung dengan penggunaan energi fosil sebagai pemasok utama energi nasional. Bahkan setiap tahunnya kebutuhan energi nasional meningkat seiring dengan meningkatnya laju pertumbuhan penduduk.
Menurut Dr. Deendarlianto, Kepala Pusat Studi Energi UGM, permasalahan kapasitas produksi energi yang menurun dan emisi pemanasan global menjadikan Indonesia berada di posisi defisit energi dan membutuhkan energi non-fosil. Prediksi Fakultas Teknik UGM bersama Toyota dalam penelitian tahun 2012 menyebutkan, meski semua sumber energi dikumpulkan, semua sumber energi di Indonesia pada tahun 2030 tetap tidak mampu mencukupi kebutuhan energi nasional.
“Dalam UU Energi terbaru disebutkan besarnya porsi energi terbarukan pada tahun 2025 mencapai 25 persen. Bahkan detail UU tersebut menyebut porsi nuklir sebesar 5 persen. Itu artinya meski sebagai last option Indonesia mestinya memiliki rencana untuk itu,” ujar Deendarlianto, di UC UGM, Rabu (19/3) terkait penyelenggaraan “Seminar on Understanding the Fukushima Nuclear Accident & Its Recovery Efforts”.
Karena sudah ada perintah undang-undang, sambung Deendarlianto, energi nuklir sebagai alternatif harus tetap dilakukan. Pemerintah melalui BATAN, akademisi, dan masyarakat sudah saatnya mulai berpikir tentang teknologi nuklir dan pengembangan nuklir untuk listrik dan sebagainya.
Deendarlianto mengakui meskipun energi nuklir telah memenuhi aspek ekonomis dan emisi, namun masih rendahnya aspek penerimaan masyarakat menjadikan proyek ini terhambat. Hal ini disebabkan masih minimnya sosialisasi yang dilakukan oleh pemerintah mengenai manfaat, risiko, serta penanganan bahaya PLTN. Apalagi masyarakat selama ini cenderung hanya mengetahui kecelakaan reaktor yang terjadi di masa lalu. Sejarah mencatat setidaknya ada tiga kecelakaan reaktor, yakni di Three Mile Island (1979), Chernobyl (1986) dan yang terbaru di Fukushima (2011).
“Hal ini tentu telah menimbulkan pro dan kontra tentang kelayakan atau keamanan penggunaan PLTN di dunia, tidak terkecuali di Indonesia. Melalui seminar ini kita bisa belajar secara langsung dari pakar-pakar di Jepang terkait penanganan reaktor Fukushima di tahun 2011, seperti Takehiko Mukaiyama, Akimasa Ono, Yoshimitsu Fukushima, Akira Kaneuji, Tadashi Inoue dan Kazuko Uno,” papar Deen.
Prof. Dr. Tumiran menambahkan kebutuhan tenaga nuklir di Indonesia cukup penting apalagi jika melihat tingkat kebutuhan listrik nasional yang terus bertambah. Kebutuhan listrik Indonesia selama ini sebesar 14,5 giga untuk 240 juta penduduk. Sementara itu, Malaysia dengan jumlah penduduk 29,5 juta listriknya mencapai 28 giga, sedangkan Jepang dengan 105 juta penduduk memiliki pembangkit listrik 240,5 giga. “Kita tidak ada apa-apanya, tetap tidak cukup jika kita hanya mengandalkan dari energi batubara, minyak dan gas maupun geothermal,” kata Tumiran.
Prof. Ir. Panut Mulyono, M.Eng., D.Eng mengungkapkan Indonesia yang memiliki keinginan menuju sumber daya berteknologi tinggi memiliki kelemahan dalam kepemilikan energi dan infrastruktur. Infrastruktur dapat dipenuhi melalui koridor-koridor ekonomi, sementara bidang energi bisa dibangun melalui teknologi. “Banyak industri dibangun di tanah air tanpa diimbangi energi untuk menjalankan tentu sangat mustahil,” tuturnya. (Sumber : Humas UGM/Agung)
Perkembangan pemanfaatan enegi terbarukan cukup menggembirakan di Indonesia. Tahun 2012 saja lebih dari 100 Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) kapasitas 15 kWp yang telah terpasang tersebar se Indonesia dan memberikan manfaat yang luar biasa bagi masyarakat terpencil. Selain PLTS, instalasi PLTMH juga gencar dilakukan bagi daerah yang memiliki potensi air yang cukup.
Tentunya untuk menjamin keberlanjutan perangkat penyedia energi terbarukan diperlukan peran dari semua stakeholder di negeri ini, baik dari kelompok pengelolanya, masyarakat, pemerintah , swasta dan perguruan tinggi. Dalam semangat membantu menjaga keberlanjutan pemanfaatan energi terbarukan maka Deutsche Gesellschaft fuer Internationale Zusammenarbeit (GIZ) dan Pusat Studi Energi (PSE) UGM melakukan nota kesepahaman (MoU). Penandatanganan MoU antara Deutsche Gesellschaft fuer Internationale Zusammenarbeit (GIZ) dan Pusat Studi Energi (PSE) UGM dan sekaligus perjanjian teknis lainnya dilakukan di PSE UGM tanggal 12 Februari 2014.
Salah satu kerjasama yang telah berjalan berupa joint operation untuk BReIDGE Program yang telah dibangun sebelumnya oleh GIZ, yaitu berupa layanan SMS center bagi pengelola PLTS dan PLTMH di seluruh Indonesia. Jaringan SMS Center BReIDGE sampai saat ini melayani 358 lokasi PLTMH dan PLTS komunal di berbagai pelosok Indonesia. Melalui BReIDGE kita dapat membantu masyarakat dalam memecahkan permasalahan tehnis terkait operasional PLTS dan PLTMH yang akan memperkuat keberlanjutan PLTS atau PLTMH dalam mensejahterakan masyarakat. Usaha untuk membangun sustainability layanan energi terbarukan akan terus dilebarkan cakupan wilayahnya dengan intangible dan tangible benefitnya.
Dalam rangka Dies Natalis ke 64 Universitas Gadjah Mada, Fakultas Teknik dan Pusat Studi Energi UGM menyelenggarakan Kongres Nasional Kedaulatan Energi untuk Kesejahteraan Rakyat Indonesia. Kegiatan ini dilaksanakan pada Senin – Selasa, 16 – 17 Desember 2013 di Balai Senat Universitas Gadjah Mada. Kongres Nasional Kedaulatan Energi untuk Kesejahteraan Rakyat Indonesia ini diselenggarakan sebagai wadah komunikasi dan diseminasi informasi terkait dengan kebutuhan energi nasional, bahan bakar alternatif dan hal-hal yang perlu dipertimbangkan dalam implementasinya. Rangkaian acara terdiri dari sesi pleno dan focus group discussion.
Pembicara serta topik diskusi dalam kongres adalah sebagai berikut:
1. Kementrian Menteri Energi dan Sumber Daya (Ir Susilo Siswoutomo)
“Peran Kementerian ESDM dalam Memperkuat Sustainabilitas Energi Indonesia ”
2. Menteri Negara Perencanaan Pembangunan Nasional Republik Indonesia Prof. Dr. Armida Salsiah Alisjahbana, S.E., M.A.
“Implementasi Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2014-2019 terkait dengan infrastruktur energi dan kelistrikan”
3. PT PERTAMINA
“Pandangan dan kebijakan Pertamina di dalam mengupayakan sustainabilitas penyediaan energi untuk road transportation di Indonesia”
4. Ir. Tumiran, M.Eng., Ph.D. , Dewan Energi Nasional
“Energi untuk road transport dalam skema Kebijakan Energi Nasional”
5. Mr. Yoshihiko Matsuda, Managing Officer, Toyota Motor Corporation Japan
“Role of the Automotive Industry in supporting the sustainability of energy provision”
6. Kepala Pusat Studi Energi Dr.Eng. Deendarlianto (Universitas Gadjah Mada)
“Best Energy Mix for Road Transport in Indonesia”
(Humas-UGM-Yogyakarta) Tata kelola di sektor minyak dan gas bumi (migas) dinilai masih amburadul. Sektor ini belum mampu mensejahterakan, karena hampir 80 persen ladang Migas di Indonesia dikuasai asing.
Payung hukum dan undang-undang pelaksanaan di sektor migas dinilai saling bertentangan. Seperti bunyi Pasal 33 UUD 1945 dan UU nomor 22 tahun 2001, keduanya tidak berjalan seiring.
Ekonom, Dr. Fahmi Radhi, MBA mengatakan UU nomor 22 tahun 2001 sebagai implementasi UUD 1945 membuka peluang liberalisasi dan penguasaan asing atas ladang minyak Indonesia. Migas yang semestinya dijadikan komoditi strategis, dalam UU ini disebut sebagai komoditas pasar.
“Ini tentu membuka peluang asing mengelola ladang minyak kita, sementara peran Pertamina disamakan dengan perusahaan-perusahaan asing lainnya. Untuk blok Cepu, misalnya, Pertamina harus bersaing dengan Exxon Mobil, ya akan selalu kalah”, katanya di Lantai 5 Gedung Sekolah Pascasarjana UGM, Kamis (26/9).
Berbicara dalam Seminar Nasional Mencapai Kedaulatan Energi Dengan Mewujudkan Tata Kelola Minyak dan Gas Bumi Yang Berlandaskan Konstitusi yang diselenggarakan Pusat Studi Energi UGM, Fahmi berpandangan migas Indonesia mestinya menjadi komoditi strategis. Dengan menjadi komoditi strategis maka peran pemerintah bisa melakukan intervensi.
“Seperti Petronas, dulu belajar dari Pertamina. Petronas besar dulu di negaranya, baru kini telah berkelas dunia, termasuk memiliki ladang minyak di Indonesia”, terangnya.
Fahmi pun merasa heran dengan sikap pemerintah yang senantiasa berpihak pada asing. Dalam berbagai pembukaan ladang minyak baru ataupun perpanjangan kontrak kerja sama, pemerintah senantiasa meminggirkan peran Pertamina. Bahkan keberpihakan sering diperlihatkan menteri atau staf ahli menteri yang selalu menilai Pertamina tidak mampu mengelola, tidak memiliki SDM handal hingga kecukupan modal. “Selalu saja, yang diucapkan menteri atau staf ahli, Pertamina tidak qualified untuk mengelola”, jelas Fahmi.
Dengan kondisi migas yang tergerus atau belum berdaulat, Fahmi berharap pemerintah bisa merebut kembali kedaulatan itu. Tidak harus dengan nasionalisasi seperti di Venezuela yang menimbulkan kontraproduksi, namun cukup dengan kebijakan menolak perpanjang kontrak kerja sama untuk pengelolaan ladang migas di Indonesia.
“Disamping itu, jadikan migas sebagai komoditi strategis sehingga pemerintah bisa intervensi dan segera lakukan amandemen terhadap UU no 22 tahun 2001 karena telah merugikan kesejahteraan rakyat”, harapnya.
Sampe L Purba memiliki harapan yang sama. Ia berharap model tata kelola industri migas ke depan memiliki roh Kedaulatan Energi dalam bentuknya yang konkrit. Yaitu dengan memastikan bahwa manajemen Kontrak Kerja Sama migas tetap ditangan pemerintah atau Badan/ Perusahaan Negara yang khusus dibentuk pemerintah.
“Semoga para pemangku kepentingan di berbagai lapisan, diberi kedewasaan, kearifan dan kematangan serta kenegarawanan dalam merumuskan UU Migas yang bermartabat, membumi dan visioner”, paparnya.
Dr. Deendarlianto, Kepala PSE UGM menganggap penting membangun tata kelola migas menjadi format usaha bersama berdasar atas asas kekeluargaan dan demokrasi ekonomi yang menjunjung kebersamaan, efisiensi berkeadilan, berkelanjutan, berwawasan lingkungan, kemandirian untuk menjaga keseimbangan kemajuan dan kesatuan ekonomi nasional. Karena itu, seminar diharapkan menjadi instrumen publik agar mengetahui law in action. “Para peserta diharapkan tahu, apa-apa yang sesungguhnya dipraktekan di dalam pengelolaan migas selama ini”, katanya. (Humas UGM/ Agung)
Subsidi BBM selalu menjadi isu sentral di Indonesia dimana beban subsidi BBM semakin meningkat dari tahun ke tahun. Ironisnya dengan meningkatnya subsidi BBM kenaikan konsumsi BBM juga semakin meningkat sehingga subsidi BBM semakin membengkak dan pada akhirnya menimbulkan permasalahan-permasalahan sosial, fiskal, dan moneter. Beberapa alternatif telah dikaji untuk mengurangi subsidi BBM, salah satunya adalah dengan menaikkan tarif BBM seperti yang telah didiskusikan di forum FGD sebelumnya. Potensi alternatif yang lain yang memungkinkan adalah pengurangan subsidi BBM melalui pemakaian BBG. Opsi alternatif ini muncul dengan pertimbangan potensi LPG dan gas bumi Indonesia yang cukup dan teknologi yang dapat dikuasai dan dikembangkan. Kajian dilakukan oleh peneliti-peneliti di Jurusan Teknik Mesin dan Industri, FT-UGM, mendukung bahwa migrasi kendaraan berbahan bakar minyak ke CNG dapat mereduksi subsidi sebesar 63% di tahun 2030 karena pengurangan penggunaan BBM.
Beberapa usaha telah dilakukan diantaranya adalah pembangunan infrastruktur SPBG di beberapa tempat di Jawa, Kalimantan dan Sumatra. Selain itu, penyediaan konverter kit dan pembangunan bengkel kendaraan BBG untuk pengkonversian juga telah dilakukan. Sayangnya hanya 8 dari 23 SPBG yang beroperasi (ESDM). Hal ini bisa jadi disebabkan karena pengguna kendaraan BBG masih sangat sedikit seperti hasil survey penelitian yang menyatakan bahwa ternyata hanya 7% dari responden memilih kendaraan BBG (Santoso, 2013). Hal ini menunjukkan bahwa proses transisi BBM ke BBG merupakan permasalahan yang kompleks dimana banyak stakeholder yang terlibat dan adanya interaksi antar stakeholder, contohnya pemerintah, vendor kendaraan, pengguna kendaraan, pelaku investasi, dll. Belajar dari kasus di Thailand yang dipandang berhasil dalam proses migrasi BBM ke BBG, ada beberapa faktor yang mendukung proses transisi tersebut, yaitu pengontrolan harga BBG oleh pemerintah, investasi infrastruktur yang cukup besar dan dalam jangka panjang, standard keamanan kendaraan dan public recognition. Bagaimanakah dengan Indonesia? Apa sajakah yang telah diupayakan dalam proses migrasi ini? Faktor-faktor apa sajakah yang telah dan akan menghambat proses transisi ini, dan bagaimana tantangan dan isu-isu yang mungkin timbul dalam proses transisi?
Oleh karenanya, Pusat Studi Energi (PSE) UGM akan membahasnya dalam FGD dengan tema: “Migrasi BBM ke BBG”, dengan beberapa sub-topik yang akan dibahas diantaranya:
- Bagaimanakah kesiapan, isu, dan kendala dalam aspek teknologi kendaraan yang meliputi standard keamanan, jenis kendaraan yang dapat dikonversi, peranan vendor/OEM?
- Bagaimanakah kesiapan, isu, dan kendala yang berhubungan dengan infrastruktur seperti sistem pendistribusian BBG (SPBG), bengkel?
- Bagaimanakah persepsi dan acceptance masyarakat terhadap kendaraan BBG (keamanan, preferensi, attitude)?
- Bagaimanakah kebijakan pemerintah mendukung proses transisi (roadmap, target, realisasi)?
- Apakah tantangan dan isu-isu lain yang mungkin timbul dalam proses transisi BBM ke BBG di Indonesia?
Topik dan Sub-topik tersebut akan dibahas dalam FGD, pada:
Hari/Tanggal : Jum’at, 6 September 2013
J a m : 13.00 sd 15.00
Tempat : Ruang Sidang Pusat Studi Energi UGM
Jl. Sekip Blok K-1A, Kampus UGM Yogyakarta
Nara Sumber:
- Saryono Hadiwidjoyo, Komite BP Migas Hilir, Kementerian ESDM RI
- Indra Chandra Setiawan, Toyota Motor Manufacturing Indonesia
- Deendarlianto, Pusat Studi Energi UGM