Pengembangan Sistem Hidrogen Hijau sebagai Penopang Pengembangan Energi Terbarukan di Indonesia
Jakarta – Fokus Group Discussion (FGD) oleh PSE UGM, mengenai potensi dan tantangan pengembangan hidrogen di Indonesia digelar di Aryaduta Hotel Jakarta, pada 30 Juni 2022. Dalam kata sambutannya, Prof. Deendarlianto selaku perwakilan dari PSE UGM mengatakan bahwa PSE UGM telah bekerja sama dengan Kementrian ESDM dan Pertamina Energy Institute untuk membangun roadmap terkait energi baru dan terbarukan, salah satunya green hydrogen.
Dengan tantangan global dalam mencapai emisi nol pada 2040, Ardyanto Fitrady, Ph.D. dari PSE UGM menjelaskan bahwa Indonesia memiliki potensi besar dalam pengembangan green hydrogen sebagai solusi energi bersih. Salah satu tujuan utama FGD ini adalah mendiskusikan potensi green hydrogen dari berbagai aspek, hambatan dalam pengembangannya, dan rekomendasi dalam pemanfaatannya. Ardyanto Fitrady, Ph.D. juga menyebutkan sejumlah negara lain yang telah mengkaji pengembangan hidrogen, termasuk China, Timur Tengah, Afrika Utara, Uni Eropa, dan Jepang.
Menanggapi isu emisi, Bpk. Satya Widya Yudha dari Dewan Energi Nasional menyoroti bahwa emisi gas rumah kaca Indonesia meningkat 157% dari tahun 1990 hingga 2018. Hal ini menunjukkan urgensi untuk subtitusi energi, khususnya dalam sektor pembangkit listrik. Namun, ia juga mengingatkan bahwa Indonesia tidak bisa serta merta menghentikan penggunaan fosil. Alih-alih, ada tahapan pengembangan yang harus dilalui, yaitu dekarbonisasi, desentralisasi, lalu digitalisasi.
Bpk. Tony Susandy, Dirjen ETBKE, menambahkan pandangannya dengan mengatakan bahwa pemanfaatan hidrogen hingga 2040 kemungkinan besar baru akan terfokus pada sektor penyimpanan energi. Meskipun biaya produksinya relatif tinggi saat ini, diperkirakan akan ada penurunan harga seiring dengan peningkatan permintaan.
Dari sisi pertahanan, Bpk. Pujo Widodo dari UNHAN mengingatkan pentingnya kesiapan negara dalam menghadapi berbagai tantangan, termasuk potensi konflik yang berpusat pada sumber daya energi. Hidrogen sebagai sumber energi terbarukan bisa menjadi solusi dalam mengantisipasi ancaman tersebut.
Bpk. Yahya Rachman Hidayat dari Bappenas menekankan visi pemerintah untuk menjadikan hidrogen sebagai komoditas ekspor utama di masa depan. Dengan proyek-proyek seperti “zinc hidrogen” yang saat ini sedang berjalan, Indonesia berpotensi besar untuk memanfaatkan kelebihan energi terbarukannya.
Mengakhiri sesi diskusi, Bpk. Faishal Basri, seorang ekonom dari UI, menyerukan kebutuhan regulasi yang kuat dan jelas dalam pengembangan green hydrogen untuk menghindari oligarki dan memastikan bahwa Indonesia memiliki paten teknologi produksinya sendiri.
FGD ini dapat menghasilkan rekomendasi konkret dan inisiatif strategis bagi Indonesia dalam mengembangkan green hydrogen sebagai energi masa depan yang berkelanjutan dan ramah lingkungan.