• UGM
  • IT Center
  • Library
  • Research
  • Webmail
Universitas Gadjah Mada Pusat Studi Energi
Universitas Gadjah Mada
  • Home
  • Tentang PSE
    • Pengantar
    • Visi dan Misi
    • Kegiatan
    • Kerjasama
    • Personalia
  • Program Kerja
  • Jasa
    • Jasa Survei Geofisika untuk Eksplorasi Air Tanah
    • Jasa Survei Geofisika untuk Geoteknik
    • Jasa Audit Energi
  • PENELITIAN
  • Pelatihan
  • Kontak
  • Beranda
  • News
  • page. 14
Arsip:

News

Bengkel Membuat Kincir Angin

News Tuesday, 25 December 2012

 

Pengalaman membangun sumberdaya terampil dibidang teknologi, maka perlu dibuat terlebih dahulu prototipe-prototipe skala kecil oleh personil yang lebih berpengalaman yang mudah dipahami dan ditiru. Dan untuk membuat prototipe turbin angin, disamping peralatan utama dalam bentuk mesin bubut dan mesin las serta yang lain, perlu dikembangkan peralatan khusus untuk membuat blade dari aluminium.

Dari rancangan turbin angin dan generator listrik permanen magnet low RPM, telah dan sedang dikembangkan berbagai prototipe model turbin angin sumbu horizontal untuk 3 blade dan 5 blade diameter 1,5 meter, turbin angin sumbu vertikal model Savonius dan prototipe turbin Gorlov. Sampai dengan bulan Agustus 2011, semua turbin angin yang dikembangkan masih dalam bentuk prototipe, dan masih perlu banyak penyempurnaan serta pengembangan. Tujuan pengembangan dan pembuatan contoh berbagai model turbin angin adalah untuk memudahkan didalam pelatihan rancang bangun turbin angin untuk berbagai pihak, khususnya sumberdaya manusia muda yang terampil.

Saat ini personel terampil yang dibina mempunyai kemampuan teknis mekanikal yang cukup bagus dan selama ini menerima berbagai pekerjaan pesanan dari para mahasiswa tugas akhir. Dari kemampuan dan kemauan untuk berpikir, maka dari gambar rancangan teknis telah dan sedang dikembangkan berbagai macam model turbin angin, dengan bahan-bahan yang mudah didapat dan mudah diperlakukan. Meskipun pihak LAPAN dan RISTEK di wilayah Srandakan telah membina beberapa orang untuk membuat blade turbin angin dari bahan fiber, dengan meniru blade dari China. Maka salah satu tujuan dari program PHKI subtema C3.1.2 adalah akan membina personal terambil untuk membuat blade turbin angin dari bahan non fiber yaitu aluminium, dengan tujuan yang nantinya untuk memenuhi kebutuhan PLTB di wilayah perbukitan yang jauh dari lingkungan laut yang non korosif.

Praktek Menyusun Lampu LED

News Tuesday, 25 December 2012

Masyarakat pemakai PLTS memiliki antusias yang besar untuk mengembangkan kemampuan teknisnya. Apalagi kemampuan itu mendukung pada keberlanjutan alat. Salah satunya kemampuan menyusun lampu LED yang kemudian digunakan oleh masyarakt utuk menggantikan lampu tube yang sekarang digunakan. Dengan lampu LED yang disusun konsumsi arus jauh lebih kecil daripada lampu tube sehingga dalam satu instalasi PLTS 200wp/hari yang semula menggunakan lampu tube sebanyak 3 unit dengan lampu LED masyarakt dapat menikmati sampai denan 5 -6 titik lampu.

 

Pelatihan PLTS untuk Masyarakat

AgendaRenewable Energy Tuesday, 25 December 2012

Listrik surya telah banyak dinikmati oleh masyarakat khususnya daerah yang belum terjangjau oleh aliran listrik PLN. Banyak intalasi yang  tidak terawat secara baik, oleh karena itu PSE melalui Program PHKI melakukan upaya untuk meningkatkan kemampuan Teknis Pengelola PLTS untuk masyarakat di pesisir pantai selatan di Kecamatan Tanjungsari. Tujuan Pelaksanaan kegiatan ini antara lain:
  1. Menjaga keberlanjutan pemanfaatan Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) dan Pembangkit Listik Tenaga Bayu (PLTB).
  2. Menjaga rasio elektrifikasi agar tidak turun disebabkan kerusakan perangkat PLTS atau PLTB.
  3. Meningkatan kemandirian dan kesadaran masyarakat dalam memelihara dan memperbaiki sistem PLTS dan PLTB untuk meningkatkan produktivitas secara swadaya.

Gerobak Pompa Air Tenaga Surya

Renewable Energy Tuesday, 25 December 2012

KKN UGM angkatan 48  PSE UGM telah berhasil merangkai sistem pompa air untuk pertanian berbasis listrik surya yang portable. Sistem ini ditujukan untuk petani di daerah pantai yang sebelumnya menggunakan pompa bensin untuk mengangkat air.

Listrik Matahari Untuk Sepeda

NewsRenewable Energy Sunday, 15 July 2012

Sabtu, 14 Juli 2012 telah diresmikan stasiun pengisian energi untuk sepeda listrik di kampus SMA Taruna Nusantara Magelang. Program ini terlaksana atas kerjama antara SMA Taruna Nusantara ,  Komite Sekolah, dan Pusat Studi Energi (PSE) UGM.  Instalasi PLTS untuk charging  sepeda listrik ini memiliki kapasitas 500 Watt Peak(WP) yang akan digunakan untuk mengisi energi bagi  4 unit sepeda listrik.

Program ini merupakan langkah nyata dalam upaya memasyarakatkan pemanfaatan energi terbarukan khususnya energi sinar matahari dalam  memenuhi kebutuhan energi listrik.

REVITALISASI BBN

NewsRenewable EnergyUncategorized Tuesday, 3 January 2012

REVITALISASI BAHAN BAKAR NABATI (BBN)

Oleh : KARNA WIJAYA (Manajer Biofuel dan Hidrogen) Pusat Studi Energi UGM

E-mail: karna_ugm@yahoo.com, karnagmu@gmail.com, karnawijaya@ugm.ac.id

 

Disahkannya UU APBN 2012 oleh DPR yang mengharuskan kendaraan pribadi berbahan bakar bensin menggunakan BBM Pertamax mulai tanggal 1 April 2011 seyogyanya kita sikapi dengan pikiran jernih. Kebijakan ini sebenarnya merupakan indikasi kesulitan pemerintah untuk menyediakan BBM dalam jumlah cukup kepada masyarakat yang saat ini mencapai angka 56 juta kiloliter/tahun. Meningkatnya konsumsi energi fossil sebesar 4 % per tahun karena  jumlah kendaraan, industri dan pemakaian energi rumah tangga yang cenderung meningkat tajam dari tahun ke tahun, belum tersedianya sumber energi alternatif pengganti BBM yang memadai dan belum diketemukannya sumur-sumur minyak baru yang mengakibatkan Pertamina harus mengimpor BBM jenis premium sebesar 12 juta kiloliter/tahun dan jenis solar sebanyak 3 juta kiloliter/tahun merupakan faktor-faktor penting mengapa kebijakan sektor BBM ini timbul.

Sebagai suatu kebijakan, tentu ada dampak positif dan negatifnya kepada masyarakat. Berimplikasi positif bagi mereka yang patut mendapatkan subsidi dan para penggiat bahan bakar alternatif, karena dengan diberlakukannya kebijakan ini pemakai subsidi akan membayar harga yang pantas untuk setiap liter BBM yang mereka beli dan untuk para penggiat bahan bakar alternatif peristiwa ini akan menjadi momentum penting untuk merevitalisasi biofuel (BBN) dan mengingatkan masyarakat akan arti penting BBN yang pada umumnya lebih ramah lingkungan, terbarukan, murah dan mudah diproduksi daripada BBM. Implikasi negatif yang mungkin timbul adalah trauma masyarakat seperti beberapa tahun lalu ketika harga BBM melambung tinggi dan langka sehingga mengakibatkan antrian panjang pembelian BBM dimana-mana,

 

Kendala dan Strategi Pengembangan BBN

 

Upaya pemanfaatan BBN sebagai bahan bakar alternatif sebenarnya sudah dilakukan oleh pemerintah, khususnya Pertamina sejak lama, payung hukumnya juga jelas, seperti Undang-undang No.30 tahun 2007 tentang Energi yang mengamanatkan pemerintah untuk meningkatkan penggunaan energi terbarukan. Undang-undang ini kemudian diperkuat lagi oleh peraturan Menteri (PERMEN) ESDM nomer 32 tahun 2008 yang memuat mandatori BBN di Indonesia. Meski demikian, fakta yang ada dilapangan menunjukkan bahwa penggunaan BBN masih jauh dari harapan kita semua. pemakai kendaraan di Indonesia saat ini umumnya masih senang menikmati BBM bersubsidi karena harganya yang relatif murah daripada menggunakan BBM bercampur BBN yang lebih mahal.

Seperti juga BBM, pengadaan, distribusi dan pemasaran BBN bukan tanpa masalah dan kendala. Misalnya untuk pengadaan biodiesel, produsen biodiesel mengalami kesulitan memperoleh bahan baku. Bahan baku berupa minyak nabati saat ini sulit diperoleh, karena minyak sawit misalnya, selain sebagai bahan baku biodiesel yang potensial, juga digunakan sebagai minyak goreng. Penggunaan PFAD (Palm Fatty Acid Distillate) yang merupakan by product proses pembuatan minyak goreng walaupun harganya jauh lebih murah dari minyak segar tetapi kandungan free fatty acid (FFA) yang tinggi pada PFAD memaksa produsen biodiesel menambah instalasi pengolahnya (reaktor Esterifikasi) yang pada gilirannya akan menaikkan biaya produksi. Disamping minyak sawit atau minyak nabati lainnya, metanol sebagai bahan baku vital pembuatan biodiesel harganya relatif cukup mahal sehingga produsen hampir tidak mendapaatkan keuntungan apabila tetap menjual biodiesel dengan harga solar bersubsidi.

Untuk bioetanol saat ini keadaanya juga tidak jauh berbeda.  Sebagai contoh harga premium terkini di SPBU adalah Rp.4500,-/liter  dan ini lebih rendah dari harga bioetanol yang mencapai sekitar Rp. 8000,-/liter atau lebih tergantung kadarnya. Dengan harga seperti itu sudah pasti produsen bioetanol akan merugi jika tetap memaksakan diri menjual bioetanol sebagai biopremium dengan harga Rp.4500,-/liter. Persoalan pemakaian bioetanol sebagai substitusi BBM juga terhambat pasokan etanol pertahun yang relatif rendah. Konsumsi bensin premium di Indonesia tercatat mencapai 1,5 juta kiloliter/bulan sedangkan pasokan etanol untuk BBN di Indonesia hanya mencapai 500 kiloliter/bulan walaupun kalau kita lihat data statistik, jumlah pabrik bioetanol di Indonesia cukup banyak dan kapasitas produksinyapun tinggi (Tabel 1) Kendala pengembangan industri bioetanol juga disebabkan oleh kenaikan harga tetes tebu sebagai bahan baku bioetanol yang mencapai 100% (USD 65/ton pada tahun 2008 menjadi USD 125-130/ton pada tahun 2009) dan akan dibukanya kran impor bioetanol dari Brazilia karena pertimbangan production cost berpotensi menghancurkan industri bioetanol di Indonesia.

Tabel 1. Pabrik Bioetanol Nasional dan Kapasitas Produksinya tahun 2008

Selain biodiesel dan bioetanol BBN lain yang cukup menjanjikan untuk terus dikembangkan di Indonesia adalah biogas, biogas memiliki peluang yang besar dalam pengembangannya karena teknologi pembuatan dan pemanfaatnya relatif mudah dan murah. Secara umum pemanfaatan energi biogas memiliki banyak keuntungan, seperti mengurangi efek gas rumah kaca, mengurangi bau yang tidak sedap yang berasal dari kandang ternak, mencegah penyebaran penyakit berbahaya, menghasilkan energi ramah lingkungan serta pupuk padat dan cair. Biogas dapat diperoleh dari kotoran dari ayam, sapi, babi, manusia, air limbah rumah tangga, sampah organik dari pasar, industri pangan dan sebagainya. Sebagai contoh seekor sapi dewasa dapat menghasilkan kotoran sebanyak 6 sampai 8 kg/hari. Kotoran tersebut dapat langsung digunakan untuk menghasilkan biogas. Untuk rumah tangga yang memiliki 2 – 4 ekor sapi akan diperoleh kotoran sebanyak kurang lebih 25 kg/hari cukup menghasilkan biogas setara dengan 2 liter minyak

Dewasa ini kapasitas terpasang biogas di Indonesia jauh dari optimal, yaitu kurang dari satu persen dari potensi biogas yang tersedia  (diperkirakan 685 MW).  Dari ternak ruminansia dengan populasi sekitar 13 680 000 ekor (2004) dapat dihasilkan kotoran rata-rata 12 kg/ekor/hari, sehingga secara keseluruhan dihasilkan kotoran sebanyak 164 160 000 ton per hari. Ini setara dengan 8,2 juta liter minyak tanah/hari.

Betapapun bagusnya program BBN yang diluncurkan pemerintah jika tidak didukung oleh masyarakat maka program tersebut menjadi sia-sia atau kurang optimal. Sosialisasi berkelanjutan melalui bebagai media perlu ditingkatkan. Terkait dengan rencana pemerintah untuk mengalihkan pemakaian premium ke pertamax bagi pemilik kendaraan pribadi maka perlu dilakukan upaya-upaya yang strategis dan jitu baik dari pemerintah maupun masyarakat untuk merevitalisasi BBN.

Menurut Porter (1985) strategi merupakan alat yang sangat penting untuk mencapai keunggulan bersaing. Strategi dapat diartikan juga sebagai perencanaan induk yang komprehensif, yang menjelaskan bagaimana institusi atau organisasi akan mencapai semua tujuan yang telah ditetapkan berdasarkan misi yang telah ditentukan sebelumnya. Strategi pengembangan dan pemanfaatan BBN bisa bersifat sektoral, sendiri-sendiri atau secara simultan, yaitu mengembangkan berbagai macam BBN secara bersama-sama. Baik secara sektoral maupun simultan, pengembangan BBN harus memperhatikan aspek-aspek sosial, politik, ketersediaan bahan baku BBN serta kesiapan produsen dan konsumen menggunakan BBN.

Pembangunan Desa Mandiri Energi (DME) yaitu desa yang dapat memenuhi sendiri minimal 60% kebutuhan akan energinya, merupakan strategi pemerintah untuk membangun ketahanan energi melalui masyarakat pedesaan. DME diyakini dapat menjadi solusi cukup signifikan untuk mengatasi kebutuhan energi pedesaan.

Sebagai Negara agraris Indonesia sejatinya berpotensi untuk mengembangkan BBN seperti bioetanol dan biodiesel secara mandiri. Syarat-syarat menjadi raksasa Biofuel sudah tersedia semua. Pertama, bahan baku berupa tanaman berpati dan berminyak dapat diperoleh di seluruh wilayah Indonesia. Produksinya dari tahun ke tahun juga cenderung meningkat. Dengan kata lain prihal ketersediaan bahan baku BBN yang berkelanjutan bukan merupakan masalah lagi. Bahan baku pembuatan bioetanol yang banyak terdapat di Indonesia antara lain ubi kayu, jagung, ubi jalar, dan tebu. Semuanya merupakan biomassa yang kaya karbohidrat dan berasal dari  tanaman penghasil karbohidrat atau pati. Begitu pula dengan tanaman bahan baku biodiesel, seperti sawit, kelapa, nyamplung, algae dan jarak pagar. Menurut US Department of Agriculture’s Foreign Agricultural Service, dewasa ini Indonesia diperkirakan memproduksi sekitar 41.4% (14.2 million tonnes) crude palm oil. Riset yang dilakukan oleh Forum Biodiesel (FBI) menyebutkan bahwa 0,3 hektar perkebunan sawit akan mampu menghasilkan biodiesel sebanyak 1000 liter biodiesel. Pada tahun 2009 proyeksi biodiesel dari minyak sawit mencapai 2% dari konsumsi diesel total dan permintaan ini pada tahun 2025 diperkirakan akan mencapai 5% dari konsumsi petroleum diesel, atau ekivalen dengan 4,7 juta kiloliter.Indonesia memiliki tenaga ahli BBN yang cukup sehingga Indonesia cukup siap mengembangkan dan menggunakan BBN. Payung hukum terkait BBN juga sudah ada, sehingga produksi, perdagangan atau pemakaian BBN di Indonesia bersifat legal.

Pemberian subsidi ataupun insentif kepada BBN bioetanol, biogas dan biodiesel dalam negeri seperti halnya BBM dan pembatasan impor bioetanol mungkin dapat menjadi solusi mempertahankan industri BBN Indonesia. Kendala lain pengembangan BBN adalah masih tergantungnya produsen BBN terhadap biomassa edible, atau dengan kata lain kebijakan pengembangan bioetanol bisa bergesekan dengan kebijakan ketahanan pangan, oleh karena itu pengembangan bioetanol atau biodiesel generasi kedua yang berbasis kepada biomassa non edible perlu dipertimbangkan.

Agar program revitalisasi BBN berlangsung sukses kita bisa mulai dari membenahi masing-masing sektor pada sistem supply chain industri biofuel, mulai dari penguatan sektor logistik, peningkatan kualitas dan kapasitas biorefinery, pembenahan delivery dan distribution systems serta penjaminan mutu biofuel

 

Penutup

Secara umum agar program pengembangan dan penggunaan BBN sukses maka kita harus memperhatikan aspek politik, sosial, kebudayaan dan supplay chain system pengadaan BBN yang dimulai dari tersedianya feedstock yang mencukupi, sistem logistik yang terjamin, tersedianya biorefinery, tersedianya sarana dan prasarana transportasi yang baik (product delivery system) untuk menjamin produk yang bermutu sampai ke end users. (Referensi: Berbagai sumber di internet dan media massa)

BIOETANOL SEKALA UMKM DAN HOME INDUSTRY

NewsPenelitianRenewable EnergyUncategorized Tuesday, 27 December 2011

 

MEMBANGUN BISNIS BIOETANOLSEKALA UMKM DAN HOME INDUSTRY

Karna Wijaya , Manager Biofuel dan Energi Hidrogen , Pusat Studi Energi UGM

Di antara berbagai jenis biofuel, bioetanol tergolong paling mudah diproduksi.  Biaya operasional produksi dan pembuatan instalasinyapun relatif murah akan tetapi keuntungan yang didapat dari bisnis biofuel jenis ini cukup besar.  Karena termasuk low tech, maka bioetanol dapat diproduksi oleh siapapun dan dimanapun, asal ada kemudahan akses ke bahan baku. Sebenarnya masyarakat kita telah lama mengenal teknik pembuatan bioetanol, khususnya untuk miras, misalnya ciu, dan arak. Jadi secara teknologi kita tidak punya masalah atau sudah menguasai teknik pembuatan bioetanol sehingga seharusnya kita dapat pula mengembangkan industri bioetanol bersekala besar maupun kelas UMKM atau home industry.

 

Analisis SWOT pendirian UMKM Bioetanol

            Sebelum mendirikan UMKM atau usaha home industry sebaiknya dilakukan perencanaan yang matang terlebih dahulu. Sebagai tindakan awal biasanya pelaku bisnis menjalankan analisis SWOT terhadap usahanya. Analisis SWOT juga dilakukan setelah bisnis berjalan agar perusahaan dapat tetap bersaing. Teknik analisis SWOT dapat dianggap sebagai teknik atau metoda analisis yang paling fundamental, yang bermanfaat untuk melihat suatu permasalahan bisnis/usaha dari 4 bidang yg berbeda. Hasil analisis biasanya adalah rekomendasi untuk mempertahankan kekuatan dan menambah keuntungan dari peluang yang ada, sambil mengurangi kekurangan dan menghindari ancaman. Jika digunakan dengan tepat, analisis SWOT akan membantu kita untuk melihat sisi-sisi yang tidak terlihat selama ini. Untuk membantu membedakan apakah suatu hal dikelompokan ke dalam kekuatan ataukah peluang dapat  dilakukan dengan cara melihat asal dari suatu hal tersebut. Hal penting yang harus diingat selama menggunakan analisis SWOT adalah semua yang dituliskan harus berdasarkan fakta. Dalam menganalisis data digunakan teknik deskriptif kualitatif guna menjawab perumusan permasalahan mengenai apa saja yang menjadi kekuatan dan kelemahan yang ada pada objek penelitian dan apa saja yang menjadi peluang dan ancaman dari luar yang harus dihadapinya (Freddy Rangkuti, 2001). Berikut analisis SWOT yang dapat diterapkan untuk mengembangkan UMKM atau home industry bioetanol.

Kekuatan (Strengths):

       Kepakaran yang dimiliki perusahaan

       Produk baru atau service yang unik

       Lokasi perusahaan yang strategis

       Kualitas produk atau proses

Kelemahan (Weaknesses):

       Minimalnya pengetahuan pemasaran (marketing)

       Produk yang dihasilkan tidak dapat dibedakan dengan produk pesaing

       Letak perusahaan atau institusi terpencil

       Mutu  produk rendah

Peluang (Opportunities):

       Market yang terus berkembang

       Penggabungan  perusahaan

       Munculnya segmen pasar yang baru

       Market internasional

       Pasar yang kosong karena ketidaksanggupan kompetitor memenuhi permintaan pelanggan

Ancaman (Threats):

       Pesaing baru di segmen pasar yang sama

       Persaingan harga dengan pesaing

       Pesaing mengeluarkan produk yang lebih bagus kualitasnya

       Pesaing menguasai pangsa pasar terbesar

 

Bioetanol dan Pembuatannya

 

Bioetanol pada dasarnya adalah etanol atau senyawa alkohol yang diperoleh melalui proses fermentasi biomassa dengan bantuan mikroorganisme. Bioetanol yang diperoleh dari hasil fermentasi bisa memilki berbagai macam kadar.  Bioetanol dengan kadar 90-94% disebut bioetanol tingkat industri. Jika bioetanol yang diperoleh berkadar 94-99,5% maka disebut dengan bioetanol tingkat netral. Umumnya bioetanol jenis ini dipakai untuk campuran minuman keras, dan yang terakhir adalah bioetanol tingkat bahan bakar. Kadar bioetanol tingkat ini sangat tinggi, minimal  99,5%. Dewan Standarisasi Nasional (DSN) telah menetapkan Standar Nasional Indonesia (SNI) untuk bioetanol. Saat ini ada dua jenis SNI bioetanol, yaitu SNI DT 27-0001-2006 untuk bioetanol terdenaturasi dan SNI-06-3565-1994 untuk alkohol teknis yang terdiri dari Alkohol Prima Super, Alkohol Prima I dan Alkohol Prima II. Alkohol Prima Super memiliki kadar  maksimum 96,8 % dan minimum 96,3 %, sedangkan Prima I dan Prima II minimal 96,1 % dan 95,0 %. Semua diukur pada temperature 15oC.

Untuk mengkonversi biomassa menjadi bioetanol diperlukan langkah-langkah sebagai berikut (Gan Thay Kong, 2010)

  1. Proses hidrolisis pati menjadi glukosa. Pada langkah ini pati atau karbohidrat  dihancurkan oleh enzim atau asam mineral menjadi karbohidrat yang lebih sederhana. Jika bahan baku yang digunakan buah-buahan mengandung gula tidak perlu dilakukan hidrolisis
  2. Proses Fermentasi, atau konversi gula menjadi etanol dan CO2. Jumlah dan kadar bioetanol yang dihasilkan sangat tergantung pada proses ini, oleh karena itu proses ini harus dikontrol sehingga dapat dihasilkan bioetanol dalam jumlah banyak dan berkadar tinggi.
  3. Proses distilasi untuk memisahkan bioetanol dari air sehingga diperoleh bioetanol dengan kadar 95-96%. Karena titik didih air berbeda dengan bioetanol, maka kedua komponen tersebut dapat dipisahkan melalui teknik distilasi.
  4. Proses dehidrasi untuk mengeringkan atau menghilangkan sisa air di dalam bioetanol sehingga tercapai bioetanol dengan kadar lebih dari 99,5% (Fuel Grade Ethanol (FGE))

Bahan baku pembuatan bioetanol (bioetanol generasi pertama) yang banyak terdapat di Indonesia antara lain singkong atau ubi kayu, jagung, ubi jalar, dan tebu. Semuanya merupakan biomassa yang kaya karbohidrat dan berasal dari  tanaman penghasil karbohidrat atau pati.

 

Keunggulan Bioetanol

  • Bioetanol merupakan zat kimia yang memiliki banyak kegunaan, misalnya : Sebagai bahan kosmetik, sebagai bahan bakar, sebagai pelarut, sebagai bahan minuman keras
  • Penggunaan bioetanol mengurangi emisi gas CO (ramah lingkungan) secara signifikan, Bioetanol bisa dipakai langsung sebagai BBN atau dicampurkan ke dalam premium sebagai aditif dengan perbandingan tertentu (Gasohol atau Gasolin alcohol), jika dicampurkan ke bensin maka bioetanol bisa meningkatkan angka oktan secara signifikan.
  • Campuran 10% bioetanol ke dalam bensin akan menaikkan angka oktan premium menjadi setara dengan pertamax (angka oktan 91),
  • Production cost bioetanol relatif rendah oleh karena itu bioetanol dapat dibuat oleh siapa saja termasuk UMKM dan home industry.
  • Teknologi pembuatan bioetanol tergolong low technology sehingga masyarakat awam dengan pendidikan terbatas dapat membuat bioetanol sendiri
  • Sumber bioetanol, seperti singkong, tebu, buah-buahan dan jagung mudah dibudidayakan.

 

Instalasi dan nilai investasi

Untuk pembuatan instalasi bioetanol dengan kapasitas produksi 150 L/hari (kelas UMKM atau home industry), biaya investasi instalasi yang dibutuhkan diperkirakan sebesar Rp. 123.000.000,- . Biaya ini belum termasuk bahan baku. Dengan modal dasar Rp.123.000.000,- maka BEP (Break Event Point) usaha diperkirakan tercapai dalam kurun waktu 7-11 bulan tergantung fluktuasi harga bahan baku dan nilai jual bioetanol.

Tabel 1. Spesifikasi  Instalasi bioetanol berbahan baku ubi kayu/singkong

(Sumber : Dr.Edi Mulyadi, 2011)

Tabel 2. Perkiraan biaya operasional dan total investasi

 (Sumber Dr.Edy Mulyadi, 2011)

Peluang pasar

Bioetanol merupakan bahan kimia yang ramah lingkungan (green chemicals, biodegradable, emisi ramah lingkungan) karena dibuat dari bahan-bahan alam yang edible maupun non edible.Hasil pembakaran bioetanol menghasilkan CO2 yang dapat dimanfaatkan oleh tanaman sehingga bioetanol sangat menjanjikan sebagai bahan bakar masa depan.

Selain sebagai bahan bakar bioetanol digunakan pula dalam

  • Industri kosmetika
  • Industri farmasi dan kesehatan
  • Rumah tangga dan UMKM (sebagai bahan bakar genset)
  • Pertanian
  • Laboratorium penelitian
  • Bahan baku fine chemicals lainnya seperti bioeter dan biodietilasetat
  • dan sebagainya

Mengingat manfaatnya dan pasarnya yang luas maka bioetanol sangat potensial untuk terus dikembangkan di Indonesia baik sekala industri besar maupun UMKM dan home industry.

 

MEMBANGUN BISNIS BIOETANOL

SEKALA UMKM DAN HOME INDUSTRY

BIODIESEL DARI MINYAK GORENG BEKAS

Renewable EnergyUncategorized Wednesday, 21 December 2011

MENGAKTUALKAN KEMBALI KONVERSI MINYAK GORENG BEKAS MENJADI BIODIESEL

Karna Wijaya, Manajer Biofuel, Katalis dan Hidrogen, PSE-UGM

Dewasa ini sumber energi utama yang digunakan di berbagai Negara adalah minyak bumi. Eksploitasi secara ekstensif dan berkepanjangan menyebabkan cadangan minyak bumi semakin menipis dan harganya melonjak secara tajam dari tahun ke tahun. Di antara berbagai produk olahan minyak bumi, seperti bensin, minyak tanah, minyak solar, dan avtur. Solar merupakan bahan bakar yang tergolong paling banyak digunakan karena kebanyakan alat transportasi, alat pertanian, penggerak generator listrik dan peralatan berat lainnya menggunakan solar sebagai sumber energi. Mengingat arti penting solar serta cadangan minyak bumi yang semakin menipis, berbagai upaya  telah dilakukan untuk mencari energi alternatif pengganti bahan bakar diesel tersebut. Bahan bakar alternatif yang saat ini sangat menjanjikan sebagai pengganti petrodisel adalah minyak sawit dan hasil olahannya yang disebut dengan biodiesel. Namun sayangnya minyak sawit memiliki sifat mudah teroksidasi dan menjadi rusak karena minyak sawit banyak mengandung asam lemak. Penggunaan langsung minyak sawit dapat menyebabkan kerusakan mesin diesel karena hasil pembakaran minyak sawit membentuk deposit pada pipa injektor mesin diesel dan asap berlebih. Selain itu minyak sawit juga memiliki viskositas yang lebih tinggi dari pada petrodiesel. Dari sisi ekonomi penggunaan minyak sawit secara langsung juga kurang menguntungkan karena harus bersaing dengan minyak goreng komersial yang pada gilirannya mengganggu ketahanan pangan. Konversi minyak sawit murah seperti CPO parit atau minyak goreng bekas menjadi biodiesel diperlukan agar minyak sawit dapat digunakan sebagai bahan bakar tanpa mengganggu ketahanan pangan.

Biodiesel yang secara umum didefinisikan sebagai ester monoalkil dari tanaman dan lemak hewan merupakan bahan bakar alternatif yang sangat potensial digunakan sebagai pengganti solar karena kemiripan karakteristiknya. Selain itu biodiesel yang berasal dari minyak nabati merupakan bahan bakar yang dapat diperbaharui (renewable), mudah diproses, harganya relatif stabil, tidak menghasilan cemaran yang berbahaya bagi lingkungan (non toksik) serta mudah terurai secara alami. Untuk mengatasi kelemahan minyak sawit, maka minyak sawit itu harus dikonversi terlebih dahulu menjadi bentuk metil atau etil esternya (biodiesel). Bentuk metil atau etil ester ini relatif lebih ramah lingkungan namun juga kurang ekonomis karena menggunakan bahan baku minyak sawit goreng. Sementara itu, minyak goreng bekas atau jelantah dari industri pangan dan rumah tangga cukup banyak tersedia di Indonesia. Minyak jelantah ini tidak baik jika  digunakan kembali untuk memasak karena banyak mengandung asam lemak bebas dan radikal yang dapat membahayakan kesehatan. Sebenarnya konversi langsung minyak jelantah atau minyak goreng bekas menjadi biodisel sudah cukup lama dilakukan oleh para peneliti biodiesel namun beberapa mengalami kegagalan, karena minyak goreng bekas mengandung asam lemak bebas dengan konsentrasi cukup tinggi. Kandungan asam lemak bebas dapat dikurangi dengan cara mengesterkan asam lemak bebas dengan katalis asam homogen, seperti asam sulfat atau katalis asam heterogen seperti zeolit atau lempung teraktivasi asam. Skema di bawah ini memperlihatkan proses pembuatan biodesel dari minyak goreng bekas yang mengadopsi prinsip zero waste process.

Skema 1. Siklus pengolahan minyak bekas/jelantah menjadi biodiesel

Hasil penelitian oleh peneliti dari tahun 2005 hingga saat ini menunjukkan bahwa biodiesel yang diproduksi dari minyak sawit bekas (jelantah) memiliki kualitas yang hampir sama baiknya dengan biodiesel standard yang dipersyaratkan oleh ASTM dan diesel perdagangan sehingga biodiesel yang merupakan hasil konversi minyak sawit goreng bekas memiliki peluang untuk dipasarkan baik di dalam negeri maupun untuk diekspor. Kendala utama yang dihadapi untuk keperluan produksi masal adalah pasokan serta harga minyak goreng bekas yang mungkin sangat berfluaktif dari waktu ke waktu.

Tabel 1. Salah satu contoh hasil uji ASTM biodiesel dari minyak goreng bekas (didanai oleh DP2M-DIKTI)

Mengingat minyak goreng bekas relatif mudah dan murah didapat maka sudah selayaknya pemerintah, masyarakat, industri dan peneliti juga mulai memperhatikan potensi pengembanganya. Di Jepang konversi minyak goreng bekas menjadi biodiesel sudah mencapai titik ultimate dan telah digunakan sebagai bahan bakar biosolar sarana transportasi, sementara di Indonesia ketersediaan minyak goreng bekas sangat melimpah, begitu pula penelitian tentang konversi minyak goreng bekas menjadi biodiesel sudah mapan dan cukup lama,  namun dalam prakteknya masih sangat sedikit sarana transportasi yang menggunakan biodiesel minyak goreng bekas.

Reaktualisasi dan rekomendasi

Setelah sekian lama terpendam, riset dan pengembangan biodiesel dari minyak goreng bekas di Indonesia, khususnya dari minyak sawit perlu diaktualkan kembali, beberapa rekomendasi yang dapat kita lakukan bersama-sama adalah: membangun zona pengembangan biodiesel dari minyak goreng bekas, memetakan potensi minyak goreng bekas pada zona pengembangan, mengatur tata niaga penjualan minyak goreng bekas sehingga harga tidak berfluktuasi secara tajam, menjamin pasokan bahan baku, memberikan insentif kepada pelaku industri biodiesel berbasis minyak goreng bekas, mempromosikan bahaya penggunaan minyak goreng bekas untuk memasak, menjamin keamanan pasokan bahan baku untuk industri biodiesel dan memantapkan kembali teknologi pengolahan minyak goreng bekas menjadi biodiesel (biodiesel refinery technology)

BIOFUEL DARI BIOMASSA

PenelitianRenewable EnergyUncategorized Monday, 12 December 2011

Oleh KARNA WIJAYA (Pusat Studi Energi Universitas Gadjah Mada)

Biomassa sebagai sumber biofuel

Biomassa adalah material yang berasal dari organisma hidup yang meliputi tumbuh-tumbuhan, hewan dan produk sampingnya seperti sampah kebun, hasil panen dan sebagainya. Tidak seperti sumber-sumber alamiah lain seperti petroleum, batubara dan bahan bakar nuklir, biomassa adalah sumber energi  terbarukan yang berbasis pada siklus karbon.Biomassa bisa digunakan secara langsung maupun tidak langsung sebagai bahan bakar. Briket arang, briket sekam padi, briket ranting dan daun kering adalah contoh bahan bakar biomassa yang dapat digunakan secara langsung sebagai bahan bakar pemanas atau sumber tenaga. Nilai kalor bakar biomassa bervariasi tergantung kepada sumbernya. Pemakaian biomassa dapat memberi kontribusi yang signifikan kepada managemen sampah, ketahanan bahan bakar dan perubahan iklim. Di pedesaan, utamanya di negara-negara berkembang, biomassa dari kayu, daun, sekam padi dan jerami  merupakan bahan bakar utama untuk pemanasan dan memasak. Catatan dari International Energy Agency menunjukkan bahwa energi biomassa menyediakan 30% dari suplai energi utama di beberapa berkembang. Dewasa ini lebih dari 2 juta penduduk dunia masih tergantung kepada bahan bakar biomassa sebagai sumber energi primer. Pemakaian biomassa secara langsung dapat menghemat bahan bakar fosil, akan tetapi disisi lain jika dipakai dalam ruang tanpa ventilasi yang memadai bahan bakar biomassa yang digunakan secara langsung dapat membahayakan kesehatan. Laporan International Energy Agency dalam World energy Outlook 2006 menyebutkan bahwa 1.3 juta orang di seluruh dunia meninggal karena pemakaian biomassa secara langsung. Selain pennggunaan secara langsung sebagai bahan bakar padat, biomassa dapat diolah menjadi berbagai jenis biofuel cair dan gas.

Biofuel merupakan bahan bakar terbarukan yang cukup menjanjikan. Biofuel dapat secara luas didefinisikan sebagai padatan, cairan atau gas bakar yang mengandung atau diturunkan dari biomassa. Definisi yang lebih sempit mendefinisikan biofuel sebagai cairan atau gas yang berfungsi sebagai bahan bakar transportasi yang berasal dari biomasssa. Biofuel dipandang sebagai bahan bakar alternatif yang penting karena dapat mengurangi emisi gas dan meningkatkan ketahanan energi. Penggunaan minyak nabati (BBN) sebagai bahan biofuel sebenaranya sudah dimulai pada tahun 1895 saat Dr. Rudolf Christian Karl Diesel mengembangkan mesin motor yang dijalankan dengan BBN. BBN saat itu adalah minyak yang didapatkan langsung dari pemerasan biji sumber minyak, yang kemudian disaring dan dikeringkan. Bahan bakar minyak nabati mentah yang digunakan pada mesin diesel buatan Dr. Rudolf Christian Karl Diesel tersebut berasal dari minyak sayur. Namun karena pada saat itu produksi minyak bumi berlimpah dan murah, maka BBN untuk mesin diesel tersebut secara perlahan-lahan diganti dengan minyak solar dari minyak bumi. Selain itu BBN yang didominasi oleh trigliserida memiliki viskositas dinamik yang jauh lebih tinggi dibandingkan dengan solar. Viskositas bahan bakar yang tinggi akan menyulitkan pengaliran bahan bakar ke ruang bakar sehingga dapat menurunkan kualitas pembakaran dan daya mesin. Oleh karena itu, untuk penggunaan BBN secara langsung mesin diesel harus dimodifikasi terlebih dahulu, misalnya dengan penambahan pemanas BBN untuk menurunkan viskositas. Pemanas dipasang sebelum sistem pompa dan injektor bahan bakar.

Saat ini biofuel telah digunakan di berbagai negara, industri biofuel tersebar di Eropa, Amerika dan Asia. India, misalnya mengembangkan biodiesel dari tanaman jarak pagar (Jatropha). Kebanyakan biofuel dipakai untuk transportasi otomotif. India mentargetkan penggunaan 5% bioetanol sebagai bahan bakar transportasi, sementara cina sebagai prodesen utama etanol di Asia mentargetkan 15% bioetanol sebagai bahan bakar transportasinya pada tahun 2010. Biofuel dapat diproduksi dari sumber-sumber karbon dan dapat diproduksi dengan cepat dari biomassa. Sebagai Negara agraris Indonesia sangat potensial mengembangkan industri biofuel nya sendiri. Pertama, bahan baku berupa tanaman energi tersebar di seluruh wilayah Indonesia dari Sabang sampai Merauke. Produksi tanaman energi  dari tahun ke tahun juga cenderung meningkat sehingga kita tidak perlu kawatir kekurangan sumber energi nabati ini. Sebagai contoh  luas perkebunan tebu dan ubi kayu dari tahu ketahun meningkat dengan tajam. Kedua jenis tanaman tersebut merupakan bahan baku pembuatan bioetanol.

 

Tabel 1. Potensi EBT (Biofuel) di Indonesia

(diolah dari  Blue Print Pengelolaan Energi Nasional 2005 – 2025, Lampiran B, Jakarta, 2005)

Bioetanol

Bioetanol saat ini merupakan biofuel yang paling banyak digunakan. Di USA pada tahun 2004 produksi etanol (termasuk bioetanol) mencapai 3 sampai dengan 4 billion gallons dan terus meningkat dari tahun ke tahun. Bioetanol adalah bahan bakar alternatif yang prospektif karena beberapa alasan seperti tidak member kontribusi pada pemanasan global, dapat dicampur dengan gasoline sampai 10% (E10) dapat dibuat dari bahan-bahan alami (biomassa) yang dapat diperbaharui (renewable) seperti ubi kayu, jagung dan buah-buahan.  Sebagai pengganti MTBE (methyl tertiary butyl ether) yang potensial. MTBE adalah aditif bahan bakar (fuel additive) yang bersifat toksik dan dewasa ini banyak digunakan di beberapa negara.

Bioetanol pada prinsipnya adalah etanol yang diperoleh melalui proses fermentasi sehingga dinamakan bioetanol. Bioetanol dihasilkan dari distilasi bir hasil fermentasi. Bioetanol merupakan bahan bakar nabati yang relatif mudah dan murah diproduksi sehingga industri rumahan sederhana pun mampu membuatnya. Biasanya bioetanol dibuat dengan teknik fermentasi biomassa seperti umbi-umbian, jagung atau tebu dan dilanjutkan dengan destilasi. Bioetanol dapat digunakan secara langsung maupun tidak langsung sebagai bahan bakar. Untuk bahan bakar kendaraan bermotor terlebih dahulu bioetanol harus dicampur dengan premium dengan perbandingan tertentu. Hasil pencampuran ini kemudian disebut dengan Gasohol (Gasoline Alcohol). Gasohol memiliki performa yang lebih baik daripada premium karena angka oktan etanol lebih tinggi daripada premium. Selain itu gasohol juga lebih ramah lingkungan daripada premium. Penguapan bioetanol dari cair ke gas juga tidak secepat bensin. Karena itu pemakaian bioetanol murni pada kendaraan dapat menimbulkan masalah. Tetapi masalah dapat diatasi dengan mengubah desain mesin dan reformulasi bahan bakar.

 

Biodiesel

Biodiesel atau alkil ester bersifat sama dengan solar, bahkan  lebih  baik nilai cetanenya. Riset tentang biodiesel telah dilakukan di seluruh dunia khususnya di  Austria, Jerman, Perancis, dan Amerika Serikat. Bahan baku utamanya antara lain minyak kedelai, minyak rapeseed, dan minyak bunga matahari. Di Hawaii biodiesel dibuat dari  minyak goreng bekas dan di Nagano, Jepang bahan baku dari restoran-restoran cepat saji telah dipakai sebagai bahan baku biodiesel. Saat ini biodiesel telah merebut 5% pangsa pasar ADO (automotive diesel oil) di Eropa. Pada tahun 2010 Uni-Eropa mentargetkan pencapaian sampai 12%. Malaysia telah mengembangkan pilot plant biodiesel berbahan baku minyak sawit dengan kapasitas berkisar 3000 ton/hari yang telah siap memenuhi kebutuhan solar transportasi. Secara keseluruhan Saat ini di dunia telah terdapat lebih dari 85 pabrik biodiesel berkapasitas 500 – 120.000 ton/tahun dan pada 7 tahun terakhir ini 28 negara telah menguji-coba biodiesel sebagai pengganti BBM, 21 di antaranya kemudian memproduksi. Amerika dan beberapa negara Eropa bahkan telah menetapkan Standar Biodiesel yang kemudian diadopsi di beberpa Negara berkembang.

Di Indonesia biodiesel biasanya menggunakan bahan baku minyak sawit mentah (Crude Palm Oil), minyak nyamplung, minyak jarak, minyak kelapa, palm fatty acid distillate (PFAD) dan minyak ikan. Biodiesel dapat digunakan pada mesin diesel tanpa modifikasi. Biodiesel dibuat dengan berbagai metode. Transesterifikasi adalah salah satu teknik pembuatan biodiesel yang paling popular dewasa ini karena aman, murah dan mudah dilakukan. Biodiesel bersifat ramah lingkungan karena tidak memberi kontribusi kepada pemanasan global, mudah didegradasi, mengandung sekitar 10% oksigen alamiah yang bermanfaat dalam pembakaran dan dapat melumasi mesin. Keuntungan-keuntungan lain pada penggunaan biodiesel adalah mudah dibuat sekalipun dalam sekala rumah tangga (home industry) dan menghemat sumber energi yang tidak terbarukan (bahan bakar fosil) serta dapat mengurang biaya biaya kesehatan akibat pencemaran udara. Pemanfaatan sumber-sumber nabati seperti minyak kelapa dan CPO (Crude Palm Oil) baik minyak segar maupun bekas (jelantah) sebagai bahan baku produksi biodiesel juga merupakan keuntungan karena dapat membuka peluang usaha bagi petani dan pelaku Usaha Mikro Kecil dan Menegah (UMKM).

 

Biogas

Biogas adalah gas yang dihasilkan oleh aktivitas anaerobik atau fermentasi dari bahan-bahan organik termasuk diantaranya; kotoran manusia dan hewan, limbah domestik, sampah atau limbah biodegradable dalam kondisi anaerobik. Kandungan utama dalam biogas adalah metana dan karbon dioksida. Biogas dapat digunakan sebagai bahan bakar kendaraan maupun untuk menghasilkan listrik. Metana yang terkandung  di dalam biogas, bila terbakar akan relatif lebih bersih daripada batu bara, dan menghasilkan energi yang lebih besar dengan emisi karbon dioksida yang lebih sedikit. Pemanfaatan biogas memegang peranan penting dalam manajemen limbah karena metana merupakan gas rumah kaca yang lebih berbahaya dalam pemanasan global bila dibandingkan dengan karbon dioksida. Saat ini, banyak negara maju mulai meningkatkan penggunaan biogas yang dihasilkan baik dari limbah cair, padat atau yang dihasilkan dari sistem pengolahan limbah. Komposisi gas di dalam biogas yang dihasilkan bervariasi tergantung dengan asal proses anaerobik yang terjadi. Rata-rata biogas memiliki konsentrasi metana sekitar 50%, sedangkan sistem pengolahan limbah modern dapat menghasilkan biogas dengan kadar metana berkisar dari 55-75%.

Biofuel dalam waktu dekat mungkin tidak dapat menggantikan sepenuhnya energi fosil, Namun biofuel tetap akan menjadi sumber energi alternatif yang sangat potensial untuk dikembangkan di Indonesia. Pengembangan biofuel melalui penggunaan produk samping industri pertanian atau sampah menjadi energi melalui pembakaran langsung atau dikonversi menjadi biofuel tidak saja menyediakan energi alternatif terbarukan  namun juga dapat membuka lapangan kerja baru.

KELUARGA MANDIRI ENERGI

Sosial EnergyUncategorized Monday, 5 December 2011

COMMUNITY EMPOWERMENT (CE)

MELALUI PERINTISAN KELUARGA MANDIRI ENERGI (KME)

BERBASIS BIOFUEL

 

 

 

 

Karna Wijaya (Manager Biofuel, Energi Hidrogen dan Material, Pusat Studi Energi UGM)

 Pendekatan Community Empowerment (CE)

Energi mempunyai  peran yang sangat strategis dan krusial bagi pembangunan nasional. Energi dibutuhkan dalam kegiatan sektor industri, transportasi, jasa dan rumah tangga. Walaupun saat ini Indonesia tergolong salah satu negara penghasil minyak bumi dan gas, akan tetapi tersedianya cadangan minyak bumi yang tidak sebanding lagi dengan kebutuhan BBM nasional, penggunaan BBM secara berlebihan yang berdampak negatif kepada lingkungan dan penghapusan subsidi secara bertahap jika tidak diatasi dapat mengakibatkan krisis ekonomi yang berkepanjangan. Olah sebab itu, pemanfaatan sumber-sumber energi baru yang terbarukan (EBT) serta ramah lingkungan menjadi suatu keharusan. Beberapa jenis EBT yang menjanjikan  adalah biofuel seperti biodiesel, bioetanol dan biogas. Biofuel memiliki peluang yang besar dalam pengembangannya karena teknologi pembuatan dan pemanfaatnya relatif mudah dan murah. Secara umum pemanfaatan energi biofuel memiliki banyak keuntungan, seperti mengurangi efek gas rumah kaca, mengurangi bau yang tidak sedap yang berasal dari kandang ternak atau sampah organik, mencegah penyebaran penyakit berbahaya, menghasilkan energi ramah lingkungan serta pupuk padat dan cair. Biofuel dapat diperoleh dari sampah buah, kotoran dari ayam, sapi, babi, manusia, air limbah rumah tangga, sampah organik dari pasar, industri pangan dan sebagainya.

Menilik potensinya yang begitu besar maka pengembangan dan pemberdayaan masyarakat, khususnya masyarakat petani dan peternak di pedesaan untuk membuat dan memanfaatkan biofuel sehingga mandiri secara energi merupakan tantangan yang menarik. Salah satu bentuk kemandirian atau otonomi di bidang energi adalah terwujudnya desa mandiri energi (DME) atau keluarga mandiri energi (KME). Keluarga Mandiri Energi (KME) adalah keluarga yang mampu mencukupi kebutuhan akan energinya sendiri minimal 60% dari kebutuhan totalnya. Konsep ini murni dicetuskan oleh PSE UGM dan diadopsi dari konsep Desa Mandiri Energi (DME) yang diluncurkan oleh pemerintah beberapa tahun yang lalu. Jika dalam DME desa merupakan lembaga basis yang mengembangkan dan menghasilkan energi secara mandiri, maka pada KME keluarga adalah sebagai basis terkecil pembuat sekaligus pengelola dan pengguna energi. Energi yang dihasilkan dan digunakan bisa beraneka ragam, baik energi terbarukan maupun tidak terbarukan (EBT), yang penting mereka dapat secara independen memproduksi energi tersebut namun di antara berbagai sumber energi yang tersedia di Indonesia, bioenergi seperti biogas, bioetanol dan biodiesel merupakan sumber energi yang relatif mudah dan murah dibuat sehingga masyarakat akan mampu mengembangkannya sendiri dalam sekala UMKM/home industry.

Pemberdayaan masyarakat atau pemberdayaan komunitas (Community Empowerment) atau disingkat dengan CE. adalah sebuah proses pembangunan jejaring interaksi dalam rangka meningkatkan kapasitas dari sebuah komunitas, mendukung pembangunan berkelanjutan, dan pengembangan kualitas hidup masyarakat. Pemberdayaan masyarakat dapat diartikan pula sebagai upaya peningkatan kemampuan atau kapasitas masyarakat agar dapat mendayagunakan sumber daya yang ada untuk meningkatkan kesejahteraan, martabat, dan keberdayaan yang dilakukan dalam bentuk-bentuk :

 

a. Penguatan lembaga masyarakat

b. Peningkatan partisipasi masyarakat

c. Pembangunan perdesaan secara berkelanjutan

d. Penguatan usaha kecil dan menegah

e. Pengembangan prasarana berbasis masyarakat

CE tidak bertujuan untuk melayani masyarakat, mencari dan menetapkan solusi, Konsep CE adalah bekerja bersama-sama dengan masyarakat sehingga mereka dapat mendefinisikan dan menangani masalahnya sendiri, serta terbuka untuk menyatakan kepentingan-kepentingannya sendiri dalam proses pengambilan keputusan. Oleh karena itu dalam implementasinya dibutuhkan pendekatan yang tepat. Pendekatan dalam pemberdayaan masyarakat dapat dilihat dari sudut pandang Deficit Based dan Strength Based. Pendekatan Deficit-Based menitik beratkan pada mengangkat berbagai macam permasalahan yang ada di komunitas serta upaya mencari penyelesainnya. Keberhasilan pendekatan ini sangat tergantung pada adanya identifikasi dan diagnosis yang jelas terhadap masalah, penyelesaian cara pemecahan yang tepat, serta penerapan cara pemecahan tersebut.  Sementara pendekatan Strengh Based melalui metode Appreciative Inquiry berbasis pada kemampuan-kemampuan yang dimiliki oleh komunitas atau individu. Metode Appreciative Inquiry merupakan sebuah metode yang mentransformasikan kapasitas individu atau komunitas untuk perubahan yang positif dengan memfokuskan pada pengalaman positif dan masa depan yang penuh harapan. Metode ini terbukti dapat mengubah budaya sebuah komunitas untuk melakukan pembaharuan dan memberdayakan komunitas pedesaan. Dari sisi sosial pemberdayaan masyarakat untuk memanfaatkan biofuel sebagai sumber EBT sebaiknya dilakukan melalui pendekatan yang terakhir

 

Strategi Perintisan KME

Model pengembangan keluarga mandiri energi (KME) berbasis biofuel dilakukan di beberapa desa sasaran. Model KME yang dikembangkan menitikberatkan pada rekayasa sosial yaitu pemberdayaan masyarakat untuk membangun kemandirian masyarakat guna mengurangi ketergantungan akan BBM.

Pelaksanaan pengembangan KME didasarkan didasarkan kepada appreciative inquiry dan participatory based action research. Metode tersebut merupakan proses kolaborasi antara peneliti di perguruan tinggi, dalam hal ini Pusat Studi Energi dan masyarakat peternak dan petani di desa sasaran dengan tujuan untuk mengintegrasikan pengetahuan praktis yang dimiliki oleh masyarakat dengan teknologi yang akan diterapkan dari PSE. Metode ini bersifat konsultatif, kolaboratif dan collegiatif. Implementasi metode adalah sebagai berikut :

  1. 1.    Pemilihan Sasaran KME

Sasaran KME berada pada level dusun yang didalamnya terdiri atas beberapa keluarga.  Sasaran KME ditentukan melalui pertimbangan : Merupakan basis peternakan sapi, perkebunan ubi kayu, jambu mete atau kelapa, limbah peternakan secara nyata belum dipergunakan oleh masyarakat, dan limbah peternakan serta peternakan berpotensi menjadi sumber konflik antara masyarakat peternak-petani dan masyarakat non peternak dan petani. Pemilihan calon KME menghasilkan beberapa alternatif keluarga yang akan dijadikan KME. Tahapan selanjutnya adalah melakukan identifikasi tipologi daerah sasaran. Berdasarkan tipologi akan dihasilkan satu desa atau dusun yang dijadikan tahapan inisiasi penerapan model ini.

2. Diseminasi informasi  dan Sosialisasi

Diseminasi informasi dan sosialisasi teknologi pengolahan minyak kelapa, jambu mete, singkong dan limbah peternakan dilakukan melalui FGD (Forum Group Discussion) yang diikuti oleh tokoh-tokoh masyarakat dan calon KME. Tujuan FGG ini adalah untuk menyamakan persepsi mengenai teknologi dan kendala yang mungkin muncul selama implementasinya..

 

3. Inkubasi: Pelatihan dan Pendampingan

Pembangunan demplot akan memunculkan berbagai respon dari masyarakat. Respon ini menjadi dasar untuk menguatkan kelembagaan KME. Fungsi kelembagaan KME yang dibentuk tidak saja berkaitan dengan aspek-aspek pemasangan instalasi bioetanol, biodiesel dan biogas, namun juga diarahkan untuk mengakomodasi keinginan masyarakat yang berkeinginan untuk memanfaatkan energi berbasis biofuel.

4. Monitoring dan Evaluasi. 

Setiap beberapa bulan masing-masing KME dievaluasi dan di monitor. Hasil-hasil temuan pada saat MONEV kemudian dianalisis.  Hasil analisis secara deskriptif dan kuantitatif itu dipakai sebagai bahan untuk pengambilan keputusan, mengatasi permasalahan yang muncul dilapangan dan dipergunakan untuk memperbaiki model KME itu sendiri

1…12131415

Pusat Studi Energi
Sekip Blok K1.A Kampus Universitas Gadjah Mada
Yogyakarta - Indonesia
Tel/Fax: +62-0274-549429 | e-mail : pse@ugm.ac.id

Universitas Gadjah Mada

Pusat Studi Energi

Universitas Gadjah Mada

Sekip Blok K1-A Yogyakarta 55281

pse@ugm.ac.id
 +62 (274) 549429
 +62 (274) 549429

Pusat Studi Energi

  • Home
  • Tentang PSE
    • Pengantar
    • Visi dan Misi
    • Kegiatan
    • Kerjasama
    • Personalia
  • Program Kerja
  • Jasa
    • Jasa Survei Geofisika untuk Eksplorasi Air Tanah
    • Jasa Survei Geofisika untuk Geoteknik
    • Jasa Audit Energi
  • PENELITIAN
  • Pelatihan
  • Kontak

© Pusat Studi Energi - Universitas Gadjah Mada

KEBIJAKAN PRIVASI/PRIVACY POLICY